Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kualitas kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih tertekan. Pasalnya, gejolak ekonomi masih menghantui para debitur UMKM.
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) UMKM kembali naik menjadi 4,52% pada Juli 2025, setelah sempat turun di bulan sebelumnya sebesar 4,41%, dan naik dari periode sama tahun sebelumnya sebesar 4,05%.
Sejalan dengan itu, penyaluran kredit UMKM di bulan Juli 2025 hanya tumbuh 1,76% year on year (YoY), setelah di bulan sebelumnya tumbuh 2,12% dan di periode sama tahun sebelumnya tumbuh 5,28%.
Advisor Banking & Finance Development Center Moch Amin Nurdin menilai, peningkatan ini menunjukkan bahwa kemampuan bayar pelaku UMKM masih lemah di tengah belum pulihnya permintaan domestik.
Baca Juga: Risiko Penyakit Kritis Meningkat, Kesadaran Proteksi Sejak Dini Harus Didorong
“Bisnis UMKM belum berjalan normal akibat daya beli kelas menengah ke bawah yang masih lemah. Akibatnya, kemampuan bayar mereka terhadap kewajiban kredit ikut terganggu,” ujar Amin kepada Kontan.co.id, Rabu (12/11/2025).
Selain itu, perlambatan penyaluran kredit di sektor UMKM juga menjadi sinyal pelemahan lanjutan. Permintaan kredit, khususnya di Bank Perkreditan Rakyat (BPR), disebut mengalami penurunan tajam.
“Masih minimnya kebutuhan ekspansi usaha maupun modal kerja membuat kredit baru tersendat. Ini berimbas pada peningkatan rasio NPL di sektor ini,” tambahnya.
Ke depan, Amin bilang potensi perbaikan masih terbatas. Dengan pertumbuhan kredit yang cenderung stagnan hingga akhir tahun, tekanan terhadap kualitas kredit UMKM diperkirakan belum akan mereda.
“Sampai akhir tahun, nilai NPL kemungkinan masih naik, meskipun proses penagihan sudah berjalan,” ujarnya.
Untuk menjaga agar rasio kredit bermasalah tidak terus membengkak, bank disarankan memperkuat strategi penagihan dan manajemen risiko.
Baca Juga: Himbara Kerek Bunga Deposito Valas hingga 4%, Begini Respons Bank Swasta
“Bank perlu melakukan penagihan yang efektif dengan memanfaatkan teknologi agar efisien. Selain itu, perlu ada penyusunan jadwal penagihan yang terukur, tindak lanjut berkala, serta fleksibilitas dalam opsi pembayaran bagi debitur,” katanya.
Menurutnya, menjaga kualitas pertumbuhan kredit juga menjadi kunci. Dengan menyalurkan pembiayaan secara selektif dan berbasis mitigasi risiko, bank dapat menekan tekanan NPL sekaligus menjaga keberlanjutan sektor UMKM.
Sejumlah perbankan juga terlihat mencatatkan kenaikan NPL UMKM. Ambil contoh, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), NPL SME per September 2025 berada di level 5,03% naik dari periode sama tahun sebelumnya di level 4,64%.
NPL SME PT Bank Mandiri juga masih ada di level yang sama dari periode sama tahun sebelumnya sebesar 0,97% bahkan meningkat secara kuartalan dari kuartal II-2025 di level 0,95%.
Sebagai bank yang terus memperkuat porsi penyaluran kredit terhadap sektor UMKM, PT Bank Sahabat Sampoerna (Bank Sampoerna) mengaku terus menjaga kualitas kreditnya di tengah tren kenaikan rasio NPL di sektor UMKM.
Direktur Finance & Business Planning Bank Sampoerna Henky Suryaputra mengakui, rasio NPL memang mengalami peningkatan secara tahunan. Namun demikian, bank tetap berkomitmen menjaga agar tingkat NPL selalu berada di bawah batas yang ditetapkan regulator.
"Per September 2025, NPL gross Bank Sampoerna tercatat masih berada di bawah ambang batas ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 5%. Kondisi ini menunjukkan pengelolaan risiko kredit Bank Sampoerna tetap terjaga, meski porsi pembiayaan ke sektor UMKM mencapai lebih dari 64% dari total portofolio kredit," ungkap Henky.
Jika dilihat dari laporan keuangan perseroan, NPL gross tercatat sebesar 4,12% naik dari 3,84% di September 2024 dan NPL net sebesar 2,45%, naik dari 2,21% di September 2024.
Pihaknya disebut senantiasa berusaha menyalurkan dana kepada masyarakat dengan tetap menekankan prinsip kehati-hatian dan mengacu pada prinsip pemberian kredit yang sehat.
Bank Sampoerna menegaskan, upaya menjaga kualitas kredit menjadi prioritas utama, seiring dengan komitmen mendukung pertumbuhan sektor UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
"Dengan penerapan prinsip manajemen risiko yang ketat, bank berharap dapat menyeimbangkan ekspansi kredit dengan kualitas aset yang tetap solid," imbuhnya.
Sementara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus memperkuat pengelolaan risiko pembiayaan di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Upaya ini berhasil menekan rasio kredit bermasalah di segmen kecil ke level 3,6% di September 2025 dari 4,3% di September 2024, dan segmen menengah di level 3,2% dari 4,3%.
Direktur Commercial Banking BNI Muhammad Iqbal menyampaikan, penurunan rasio NPL UMKM BNI didorong oleh penguatan pelaksanaan manajemen risiko yang dijalankan secara efektif dan prudent, serta fokus perseroan dalam mengelola penyelesaian portofolio pembiayaan secara berkesinambungan.
Baca Juga: Perbankan Gencar Salurkan KUR Jelang Akhir Tahun 2025
"Selain itu, perbaikan juga ditopang oleh pertumbuhan kredit UMKM non-KUR yang solid, dengan segmen menengah tumbuh 14% dan segmen kecil non-KUR tumbuh 13%," ujar Iqbal.
BNI juga disebut menerapkan strategi mitigasi risiko melalui penyaluran kredit secara selektif pada sektor-sektor dengan profil risiko terkelola baik. Selain itu, perseroan memperkuat pembiayaan berbasis ekosistem bisnis (value chain) yang terhubung dengan rantai pasok nasabah korporasi utama (blue chip), serta mengoptimalkan penerapan digital credit scoring dan underwriting berbasis data yang lebih akurat dan efisien.
Diversifikasi portofolio kredit pun menjadi langkah penting agar risiko tidak terpusat pada satu segmen atau sektor tertentu.
“BNI menjaga kualitas pembiayaan melalui penerapan manajemen risiko yang terintegrasi dan strategi pertumbuhan selektif di kisaran 5%–10%, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan,” ujar Iqbal.
BNI menargetkan rasio NPL UMKM dapat terjaga di kisaran 3–4% hingga akhir 2025, lebih baik dibandingkan rata-rata nasional yang berada di sekitar 4,4% per September 2025.
"Capaian ini menunjukkan efektivitas pengelolaan manajemen risiko serta solidnya fundamental BNI dalam menjaga kualitas aset dan peluang pertumbuhan kredit di segmen UMKM," sambungnya.
Dari sisi digitalisasi, BNI mempercepat transformasi di seluruh proses pemberian kredit. Penerapan robust credit scoring memungkinkan penilaian kelayakan kredit dilakukan secara lebih cepat, objektif, dan akurat.
Selain itu, penguatan tata kelola juga terus dilakukan sejalan dengan ketentuan POJK Nomor 19 Tahun 2025 yang menekankan prinsip kehati-hatian dalam setiap tahapan siklus pemberian kredit.
"Dengan langkah-langkah tersebut, BNI optimistis dapat menjaga rasio NPL UMKM di tingkat yang sehat serta memperkuat kontribusi pembiayaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan," tutupnya.
Selanjutnya: Happy Hapsoro Menjadi Pemilik Saham Pakuan (UANG), Segini Jumlahnya
Menarik Dibaca: 6 HP Tahan Air Terbaik di Tahun 2025, Ada OnePlus 13 & Samsung Z Flip 7
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













