Reporter: Irma Yani, Ade Jun, Christine Novita | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menuai polemik. Salah satunya terkait penarikan fee dari industri jasa keuangan yang nantinya di bawah pengawasan OJK.
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rachmany mengungkapkan OJK akan menarik fee dari industri jasa keuangan sekitar 0,02%-0,03% dari dari dana kelolaan mereka. Nah, dengan angka yang menurut Fuad tidak besar, seharusnya tidak ada keberatan soal fee tersebut.
Toh, selama ini otoritas tidak pernah menarik biaya pengawasan kepada industri jasa keuangan. "Jadi kalau industri komplain harus mengeluarkan duit, ya haruslah. Tapi jangan khawatir, nilainya kecil hanya 0,02%-0,03% dari dana phak ketiga. Yang jelas nggak sampai 1%," papar Fuad, Sabtu (3/7).
Tapi, Fuad buru-buru menambahkan besaran fee itu masih perkiraan. Apalagi, nilai fee yang ditarik juga tidak akan selalu sama. "Jadi bisa naik, bisa turun sesuai kebutuhan OJK," katanya. Maklum, fee itu memang akan menjadi dana operasional OJK.
Fuad menegaskan, penarikan fee juga ada di OJK pada beberapa negara. "Di Australia dan Amerika Serikat, pelaku industri wajib membayar fee. Besarannya tentu berbeda-beda," terangnya.
Meski OJK akan menarik fee, ternyata dalam 1-2 tahun pertama, superbadan ini masih bergantung pada duit dari anggaran pemerintah dan Bank Indonesia.
Fuad bilang, tim perumus OJK sudah mengalkulasi kebutuhan modal awal. Tapi, dia membantah kalau kebutuhan dana mencapai angka Rp 2,5 triliun. Sayangnya, Fuad masih enggan membeberkan angka pastinya.
"Kami sudah buat taksiran, tapi belum bisa menyebut angka sekarang. Ini masalah operasional, tidak substantif," terangnya.
Masih jadi perdebatan
Terkait penarikan fee, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak mengakui, pihaknya tidak keberatan, selama memang ada dalam undang-undang. “Kalau OJK terbentuk dan undang-undang mengamanatkan demikian, saya kira, siapa pun harus tunduk," ujarnya, Ahad (4/7).
Namun, dia meminta ada kajian mendalam yang mendasari pemungutan fee beserta hitung-hitungannya. Kornelius juga menyarankan, OJK diawasi terutama dari wakil industri. “Industri jasa keuangan beragam. Semua harus diajak bicara,” tegas dia.
Apalagi, banyak OJK di dunia yang gagal. “Terakhir di Inggris. Jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama," pungkasnya.
Sementara Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) berharap pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tetap di BI. Ketua Umum Perbarindo Said Hartono bilang, lingkup pengawasan OJK yang luas membuat pengawasan tidak maksimal. Soal fee, BPR keberatan karena sudah membayar fee penjaminan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Selain harus melakukan efisiensi, BPR harus bersaing dengan bank-bank besar dan asing yang mulai masuk bisnis mikro. Bahkan dengan tawaran bunga yang lebih rendah," tandas Said.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News