kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK bisa minta pemblokiran kekayaan asuransi


Rabu, 03 Mei 2017 / 10:17 WIB
OJK bisa minta pemblokiran kekayaan asuransi


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis aturan turunan baru dari Undang-Undang Nomor 40/2014 tentang Perasuransian. Kali ini, regulator bidang jasa keuangan mengeluarkan aturan mengenai prosedur pengenaan sanksi administratif.

Beleid tersebut bertajuk POJK Nomor 17/2017 tentang Prosedur dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif di Bidang Perasuransian dan Pemblokiran Kekayaan Perusahaan Asuransi.

Dalam aturan ini, intinya menegaskan lagi mengenai kewenangan OJK dalam memberikan sanksi ke perusahaan asuransi yang melakukan pelanggaran atau yang bermasalah termasuk dalam memenuhi permodalan.

Bukan itu saja. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyebutkan, di POJK tersebut juga mengatur soal pemblokiran kekayaan perusahaan asuransi. Muliaman menjelaskan, pemblokiran aset asuransi tersebut penting. Sebab, aset perusahaan perasuransian yang bermasalah harus dapat dilindungi dari tindakan yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban perusahaan kepada pemegang polis, tertanggung, maupun peserta asuransi.

Melalui beleid tersebut, OJK dapat memerintahkan pemblokiran sebagian atau seluruh kekayaan perusahaan asuransi. Jenis kekayaan yang dapat diblokir adalah aset perusahaan berupa investasi seperti deposito, sertifikat deposito, tabungan, saham dan lainnya.

Adapun jenis-jenis sanksi administratif yang diatur dalam beleid ini berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha baik, larangan memasarkan produk asuransi atau asuransi syariah, hingga pencabutan izin usaha.

Bagi industri pendukung perasuransian, jenis sanksi diberikan berupa pembatalan pernyataan pendaftaran. Ada juga larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, dewan pengawas syariah atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi. OJK mengenakan sanksi secara bertahap dengan rentang 30 hari.

Tapi aturan itu bisa berubah jika ada pertimbangan tertentu. OJK bahkan bisa langsung mencabut izin usaha jika keuangan memburuk. Apalagi pemegang saham perusahaan tidak kooperatif.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Yasril Y Rasyid menilai sebagian besar aturan ini lebih menegaskan soal sanksi administrasi bagi pelaku industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×