Reporter: Ferry Saputra | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) fintech peer to peer (P2P) lending dalam kondisi terjaga di posisi 2,93% per Desember 2023. Angka itu bisa dibilang naik sebanyak 0,12%, jika dibandingkan posisi TWP90 per November 2023 yang sebesar 2,81%.
Mengenai meningkatnya angka TWP90, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman menilai bahwa salah satu penyebabnya karena ada risiko bisnis.
"Ya, namanya orang berusaha tentu ada risiko bisnis dan seterusnya. Hal itu yang kami periksa," kata Agusman saat ditemui seusai konferensi pers di Jakarta, Selasa (20/2).
Baca Juga: Giliran Fintech Modal Rakyat Digugat Lender Karena Dugaan Gagal Bayar
Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan kalau TWP90 pada Desember 2023 naik, artinya banyak yang jatuh tempo untuk pembayaran September hingga Oktober 2023. Dia berpendapat dalam periode tersebut konsumsi leisure naik cukup tinggi.
"Oleh karena itu, pengeluaran rumah tangga untuk transportasi dan gadget, serta restoran dan hotel masih naik masing-masing 7% dan 6%. Angka itu lebih tinggi, jika dibandingkan konsumsi rumah tangga secara total. Permintaan pembiayaan akan tinggi juga, salah satunya melalui pinjaman online," ungkap dia kepada Kontan.co.id.
Nailul berpendapat dengan sistem credit scoring saat ini, tampaknya akan terjadi gagal bayar yang tinggi.
Baca Juga: Porsi Kredit UMKM Baru 19%, Akankah Mampu Capai Target Hingga 30% di 2024?
Sementara itu, fintech peer to peer (P2P) lending PT Akselerasi Usaha Indonesia atau Akseleran menyampaikan sejumlah strategi agar angka kredit macet tidak membengkak.
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan menyebut perusahaan punya posisi yang unik di industri fintech lending. Pertama, kata dia, Akseleran sejak awal itu mengusung konsep real marketplace lending. Lender benar-benar hanya dari retail dan institusi. Jadi, bukan hanya didukung oleh super lender saja.
"Lender retail kami yang terdaftar ada 200 ribu lebih dan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia. Komposisi lending kami pada 2023, berupa lender retail dan institusi hampir 50:50. Dengan posisi yang seperti itu, sejak awal kami selalu mengedepankan pelayanan bagi lender kami dan fokus memberikan peace of mind bagi mereka," kata Ivan kepada Kontan.co.id.
Ivan menambahkan peace of mind diberikan dengan memastikan tingkat kredit macet Akseleran konsisten di level rendah. Dia bilang hal itu me jadi fokus perusahaan sejak lama, bahkan selama Covid-19.
Baca Juga: OJK Sebut Ada 16 Fintech Lending Belum Penuhi Ketentuan Ekuitas Minimum
Ivan menerangkan, angka kredit macet rendah kuncinya dengan melakukan assesment pinjaman secara prudent. Akseleran memastikan borrower punya uang yang memadai untuk bisa berlanjut pinjamannya.
"Underlying pinjamannya (invoice/PO/inventory) valid, dan history credit si borrower juga baik. Hal itu yang menjadi kunci kami bisa memiliki tingkat kredit macet yang rendah. Ditambah lagi sebagai lini pertahanan terakhir, kami menyediakan credit insurance yang cover 99% pokok pinjaman tertunggak. Dengan demikian, lender kami benar-benar mendapatkan peace of mind," kata dia.
Ivan menyampaikan, saat ini TKB90 Akseleran berada di level 99,56%. Artinya, dia bilang tingkat kredit macet Akseleran di level 0,44% dari outstanding pinjaman, yang berarti jauh di bawah rata-rata industri.
Ivan mengatakan, total lender Akseleran pada 2023 tercatat lebih dari 225 ribu. Jumlah itu naik hampir 10%, jika dibandingkan 2022. Dia bilang lebih dari 99% merupakan lender individu dan sisanya adalah lender institusi.
Untuk tahun ini, Ivan menyebut perusahaan menargetkan bisa mendapatkan sekitar 20 ribu lender baru, yang mana sebagian besar adalah lender individu. Dia mengatakan, Akseleran mematok target pendanaan tahun ini di kisaran Rp 3,7 triliun hingga Rp 3,8 triliun atau naik sekitar 30% dari tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News