Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi antara sektor perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
“Berkembangnya produk dan layanan transaksi keuangan yang semakin borderless serta memiliki keterkaitan yang tinggi antarsektoral produk perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank (IKNB) menekankan semakin dibutuhkannya pengawasan terintegrasi dalam rangka menjaga stabilitas keuangan serta melindungi konsumen keuangan terutama di masa pandemi ini,” kata Wimboh dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu (26/8).
Menurutnya, dalam melakukan pengawasan terintegrasi, OJK memiliki Komite Pengawas Terintegrasi yang beranggotakan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif PM dan Kepala Eksekutif IKNB termasuk Deputi Komisioner dari masing-masing kompartemen untuk berbagai kebijakan strategis konglomerasi keuangan terutama yang bersifat lintas sektor jasa keuangan.
Baca Juga: NPL Net perbankan turun, bukti bank tetap memupuk pencandangan meski ada POJK 11
Selain itu, OJK juga memiliki unit perizinan dan kebijakan sektor jasa keuangan terintegrasi yang bertugas untuk memproses perizinan lintas sektoral dan menformulasikan kebijakan yang bersifat lintas sektoral.
“Dengan adanya pengawasan terintegrasi, OJK dapat melakukan pengawasan lebih efektif terhadap transaksi dan produk keuangan yang melibatkan intragroup dan lintas sectoral untuk mengidentifikasi lebih dini risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan. Sehingga pelaksanan program pemulihan ekonomi nasional dapat dilakukan lebih terintegrasi,” katanya.
Sejak tahun 2014, OJK telah menerbitkan serangkaian pengaturan pengawasan terintegrasi mencakup manajemen risiko, tata kelola serta permodalan terintegrasi dan proses pengawasan terintegrasi.
Sementara itu, untuk memitigasi dampak lebih lanjut pandemi Covid-19 terhadap perekonomian serta mendorong pemulihan ekonomi, OJK telah mengerahkan semua kebijakan dan instrumen untuk meringankan beban masyarakat, sektor informal, UMKM dan pelaku usaha. Kebijakan yang diterbitkan sifatnya pre-emptive untuk mencegah terjadinya pemburukan yang lebih dalam maupun berupa insentif atau relaksasi.
Wimboh menjelaskan, di masa pandemi ini, sudah 11 POJK di sektor perbankan, IKNB dan Pasar Modal yang diterbitkan untuk memitigasi dampak Covid-19 dan meredam volatilitas pasar keuangan serta menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.
Sejak diluncurkan 16 Maret 2020, program restrukturisasi kredit perbankan hingga 10 Agustus telah mencapai nilai Rp 837,64 triliun dari 7,18 juta debitur. Jumlah tersebut berasal dari restrukturisasi kredit untuk sektor UMKM yang mencapai Rp 353,17 triliun berasal dari 5,73 juta debitur. Sedangkan untuk non UMKM, realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp 484,47 triliun dengan jumlah debitur 1,44 juta.
Untuk perusahaan pembiayaan, per 19 Agustus 2020, OJK mencatat sebanyak 182 perusahaan pembiayaan sudah menjalankan restrukturisasi pinjaman tersebut. Realisasinya sudah disetujui sebanyak 4,34 juta debitur dengan total nilai mencapai Rp 162,34 triliun. OJK juga mengeluarkan kebijakan untuk restrukturisasi pinjaman usaha mikro yang terhimpun di Lembaga Keuangan Mikro dengan nilai realisasi Rp 20,79 miliar dari 32 LKM. Selain itu, restrukturisasi juga diberikan untuk pinjaman di Bank Wakaf Mikro (BWM) dengan nilai Rp 1,73 miliar untuk 13 BWM.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan, pengawasan yang terintegrasi itu masih sangat diperlukan bagi pelaku sektor keuangan tersebut. "Penguatan efektivitas pengawasan terintegrasi di antara entitas pelaku sektor keuangan tersebut masih perlu, karena antar entitas (bank, IKNB, pasar modal) makin mengait satu sama lain. Tujuannya untuk meminimalisir risiko dampak sistemik," jelas Eko dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (27/8).
Meski demikian, masing-masing sektor tersebut perlu adanya standar minimal berazaskan kehati-hatian yang setara. Menurut Eko, dari sisi bank selama ini ada standar internasional berupa BASEL, sementara industri IKNB dinilai masih perlu banyak pembenahan.
Baca Juga: Kata Ketua OJK Wimboh Santoso jika pengawasan bank dikembalikan ke BI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News