Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap persaingan di sektor jasa keuangan sesungguhnya menyehatkan. Namun tanpa pengawasan memadai oleh regulator serta penegakan aturan baik, persaingan di sektor jasa keuangan akan memunculkan masalah.
Menurut Muliaman Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, beberapa tahun lalu Indonesia pernah mengalami kejatuhan beberapa bank. Ambruknya beberapa bank tersebut sama sekali bukan karena tak mampu bersaing dalam persaingan industri perbankan.
"Namun karena kesalahan pengelolaan oleh pengurus perbankan. Beberapa bahkan terjadi tindak pidana dimana likuiditas bank tersebut dibawa kabur oleh pemiliknya," kata Muliaman dalam acara penandatanganan MOU antara OJK dan KPPU Tentang Pencegahan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Sektor Jasa Keuangan, di Jakarta, Selasa, (15/7).
Muliaman menegaskan, penekanan pencegahan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat cukup besar ditekankan bagi industri perbankan. Maklum, industri perbankan mendominasi 75% sektor jasa keuangan di Indonesia. "Jadi kami lihat betul apakah fenomena pemusatan kepemilikan usaha di industri perbankan akan berdampak positif atau tidak," ujar Muliaman.
OJK telah mengamati beberapa negara dimana terjadi konglomerasi jasa keuangan yang juga didominasi perbankan. Sebagian ada yang berhasil melewati krisis ekonomi yang melanda, sebagian lagi tidak. "Kanada, Australia, Jepang berhasil lewati krisis. Namun Swiss, Belanda bisa dibilang tidak berhasil melewati masa krisis. Ini jadi agenda untuk penataan industri jasa keuangan di tanah air agar sehat," tukas Muliaman.
Tak lupa pengawasan OJK harus mampu mencegah timbulanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Sebab kedua praktik ini akan menumbuh suburkan praktik kolutif yang merusak persaingan bisnis yang sehat. "Mudah-mudahan MOU dengan KPPU hari ini akan bisa mencegah ini," pungkas Muliaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News