kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   24.000   1,27%
  • USD/IDR 16.297   11,00   0,07%
  • IDX 7.880   -64,14   -0,81%
  • KOMPAS100 1.108   -12,74   -1,14%
  • LQ45 826   -0,66   -0,08%
  • ISSI 265   -2,69   -1,01%
  • IDX30 427   -1,02   -0,24%
  • IDXHIDIV20 493   0,41   0,08%
  • IDX80 124   -0,07   -0,06%
  • IDXV30 131   0,16   0,13%
  • IDXQ30 138   -0,02   -0,01%

Penerimaan Pajak yang Tinggi Bisa Timbulkan Risiko Likuiditas Bagi Bank


Kamis, 21 Agustus 2025 / 12:45 WIB
Penerimaan Pajak yang Tinggi Bisa Timbulkan Risiko Likuiditas Bagi Bank
ILUSTRASI. Meski pertumbuhan DPK perbankan mulai pulih, ada sentimen lain seperti target penerimaan pajak tinggi yang bisa mempengaruhi likuiditas bank. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/25/07/2024


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan likuiditas di perbankan tampaknya masih belum berakhir. Meski pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mulai terlihat pulih, ada sentimen lain seperti target penerimaan pajak tinggi yang bisa mempengaruhi likuiditas bank.

Hingga Juli 2025, pertumbuhan DPK perbankan tercatat 7% secara tahunan (YoY) dan menjadi pertumbuhan yang paling tinggi sepanjang tahun berjalan. Bahkan, pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2024 yang hanya mencapai 4,48% YoY.

Nah, meski demikian, BRI Danareksa Sekuritas justru menyoroti masalah lain yang bisa mempengaruhi likuiditas bank di riset terbarunya, Kamis (21/8/2025). Dalam hal ini adalah target penerimaan pajak di 2026 yang lebih tinggi.

Baca Juga: Likuiditas Industri Mengetat, NIM Bank Danamon Menurun di Level 6,62% per Juni 2025

Seperti diketahui, pemerintah menargetkan pertumbuhan penerimaan negara pada tahun fiskal 2026 sebesar 9,8%, yang didorong oleh kenaikan penerimaan pajak sebesar 13,5%. 

Menurut tim riset BRI Danareksa Sekuritas, hal tersebut dapat menimbulkan risiko bagi sektor perbankan, yakni penurunan permintaan kredit, kenaikan NPL (non-performing loan), serta kenaikan cost of fund (CoF)

Mereka menjelaskan bahwa peningkatan pembayaran pajak berarti akan aliran dana keluar dari sektor swasta ke rekening pemerintah di Bank Indonesia semakin besar.

Alhasil, ini dapat sementara mengurangi likuiditas dalam sistem perbankan. 

Baca Juga: Likuiditas Industri Mengetat, NIM Bank Danamon Menurun di Level 6,62% per Juni 2025

Dampaknya, bank mungkin perlu menawarkan suku bunga deposito yang lebih tinggi untuk menarik dana, sehingga meningkatkan CoF. 

Pada saat yang sama, rumah tangga menghadapi penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan, yang berpotensi mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit. 

“Dunia usaha, baik UMKM maupun korporasi, juga bisa menunda ekspansi atau mengurangi modal kerja, sehingga menekan permintaan kredit,” tulis mereka.

Oleh karenanya, BRI Danareksa Sekuritas menilai dampak terhadap sektor perbankan akan sangat bergantung pada keseimbangan antara pengetatan likuiditas akibat pajak dan dorongan dari belanja fiskal, serta pada timing dari aliran tersebut. 

Baca Juga: Likuiditas Perekonomian Naik, Tapi Kredit Melambat, Sinyal Kehati-Hatian Perbankan

Jika pemerintah menyalurkan penerimaan pajak dengan cepat ke dalam belanja, bank akan mendapat manfaat dari aktivitas ekonomi yang lebih kuat dan kualitas kredit yang membaik. 

“Dalam skenario terbaik, likuiditas swasta hanya mengalami penurunan singkat sebelum aliran balik fiskal yang cepat kembali mendukung momentum pertumbuhan,” pungkas BRI Danareksa Sekuritas.

Selanjutnya: Lewat Inpres 14/2025 dan Keppres 19/2025 Pemerintah Percepat Swasembada Pangan

Menarik Dibaca: Katalog Promo Indomaret Super Hemat Terbaru Periode 21 Agustus-3 September 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×