kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK Sebut Tingginya Biaya Teknologi Jadi Persoalan Menuju SDG’s


Senin, 25 September 2023 / 14:20 WIB
OJK Sebut Tingginya Biaya Teknologi Jadi Persoalan Menuju SDG’s
ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?Mahendra Siregar pada Indonesia ? Korea Financial Cooperation Forum.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam upaya pengurangan emisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meluncurkan kerangka kerja dan peraturan perdagangan bursa karbon yang tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, di mana baru saja diluncurkan Agustus 2023.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan bahwa tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG’s) pada 2030, didasarkan oleh proses industrialisasi yang berisiko sehingga mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan sosial.

“Ini pada gilirannya merusak komitmen yang telah dibuat oleh negara-negara untuk tidak mencapai nol emisi bersih,” ujarnya dalam OJK International Research Forum, di Jakarta Senin (25/9).

Baca Juga: OJK: Kolaborasi Inovasi dan Teknologi Penting untuk Pembangunan Berkelanjutan

Mahendra menjelaskan, beberapa contoh pemerintah dan negara kini mengambil jalan yang ekstrim bahkan sampai batas tertentu berbalik arah dalam komitmennya mencapai nol emisi dan pengembangan energi terbarukan.

“Kebutuhan energi sangat penting dalam ekonomi yang sedang dalam masa transisi, sehingga tidak realistis mengharapkan energi terbarukan dapat menggati bahan bakar fosil dalam jangka pendek karena infrastruktur yang masih kurang dan ketidakmampuan untuk memenuhi faktor beban yang dibutuhkan,” jelasnya.

Mahendra mengungkapkan, kebutuhan teknologi yang membutuhkan modal tinggi dengan produktivitas rendah dan tidak adanya permodalan, berakibat beberapa pembangkit listrik tenaga batubara dibuka kembali di Eropa.

“Dalam kasus mobil listrik, Perdana Menteri Inggris baru saja mengumumkan perubahan besar dalam kebijakan ramah lingkungan dengan menunda pelarangan mobil berbahan bakar bensin dengan alasan bahwa keluarga Inggris tidak boleh menanggung biaya yang tidak dapat diterima,” ungkapnya.

Mahendra mencontohkan, industri mobil listrik bergantung pada penambangan mineral penting, dan tempat pengisian daya mobil sebagian besar bergantung pada listrik dari bahan bakar fosil, karena sebagian besar alternatif yang berbiaya tinggi akan secara signifikan menghambat pengembangan mobil listrik.

“Dalam hal ini, pembiayaan yang ditargetkan harus mencakup proses hulu dan hilir. Kita patut berikan penghargaan pada pertambangan yang memenuhi SDG dan juga memberikan dukungan untuk industri hilir,” tandasnya.

Baca Juga: OJK Berhak Utak Atik Bonus dan Tantiem Bankir

Dia bilang, Indonesia perlu memastikan bahwa ekonomi berkelanjutan yang tengag dikembangkan dalam ruang investasi yang dapat dibiayai oleh bank, dan harus bijaksana dalam memilih energi terbarukan.

“Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa ketika energi mungkin bukan merupakan sumber yang layak, investasi yang tinggi, produktivitas yang rendah membutuhkan subsidi yang cukup besar,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×