Reporter: Ferrika Sari | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan bakal ada 163 financial technology (fintech) berbasis pinjam-meminjam (peer to peer lending) sudah terdaftar dan berizin sampai akhir tahun 2018. Dengan mereka terdaftar di OJK, berarti fintech tersebut bisa memperoleh izin usaha secara resmi di Indonesia.
Hedrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK mengatakan, hingga saat ini, sudah ada 52 fintech lending yang terdaftar di OJK. Selain itu, ada sekitar 31 fintech lainnya yang sedang menjalanin proses pengujian dari OJK, apakah fintech tersebut bisa terdaftar secara resmi atau tidak.
“Ada 31 fintech lagi yang sedang kami proses lanjut dan ada 36 fintech yang dikembalikan dokumennya. Kami mengembalikan dokumen mereka, karena mungkin saja mereka berasal dari orang baik-baik tetapi data yang dikirim ke OJK, dimasukin secara tidak sempurna,” kata Hedrikus di Jakarta, Rabu (9/5).
Dia menjelaskan, fintech yang dikembalikan dokumen datanya dari OJK untuk sementara waktu izin operasinya dihentikan. Mereka bisa kembalikan mengajukan izin ke OJK, dengan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan, di antaranya adalah jajaran direksi maupun komisaris selama lima tahun tidak boleh tersangkut kasus pindana.
Selain itu, menurut dia, fintech tersebut mempunyai susunan pemegang saham yang jelas, kemudian lokasi perusahaan terdaftar serta sehat secara keuangan. Dalam hal ini, perusahaan juga diwajibkan mempunyai pengetahuan dan skema bisnis yang mempuni.
“Ketika sampai ke tahap perizinan harus lebih ketat, dengan memperhatikan standar prosedur operasional dari manajemen bisnisnya, skema pinjam-meminjam, proses penagihan utang. Bagaimana cara merespons keluhan pelanggan, perlindungan terhadap konsumen serta tidak adanya penyalahgunaan dana di perbankan,” jelasnya.
Sedangkan yang terakhir, diketahui secara jelas asal-usul pendanaan bisnis fintech tersebut bukan berasal pencucian uang atau money laundry. Suatu perbuatan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar dana tersebut tampak dari kegiatan legal.
“Kami sangat hati-hati terhadap perusahaan asing yang menanamkan modal di Indonesia, ada ketakutan yang dibawa bukan utang tetapi hasil pencucian uang. Kalau pencucian uang konsern dan dampaknya bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News