Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti kasus yang terjadi di PT TASPEN (Persero) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ASABRI (Persero) akibat adanya tata kelola investasi yang sangat buruk. Oleh karena itu, OJK mengusulkan agar adanya penguatan pengawasan tata kelola terhadap TASPEN dan ASABRI di dalam Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Menanggapi hal itu, Praktisi Asuransi Andreas Freddy Pieloor menilai usulan OJK itu sebenarnya tak ada masalah. Hanya saja, dengan catatan, permasalahan yang masih terjadi di industri perasuransian saat ini bisa terselesaikan terlebih dahulu.
"Saya pikir-pikir tak ada masalah (usulan). Namun, ada beberapa alasan terkait kinerja OJK selama ini. Apakah sudah mumpuni dan sudah bagus? Apakah demikian? Saya pikir masih ada pekerjaan rumah. Contoh, Jiwasraya, Kresna Life, dan Bumiputera, mereka kurang berhasil," ucapnya kepada Kontan, Minggu (28/9/2025).
Baca Juga: Ini Respons TASPEN Soal Usulan OJK Perlu Penguatan Pengawasan Tata Kelola di RUU P2SK
Menurut Freddy, penting bagi OJK untuk menyelesaikan permasalahan yang belum selesai di industri perasuransian. Dengan demikian, pihak lain akan menilai bahwa kinerja OJK sudah sebaiknya ditambah dengan cara menambah wewenang mereka di dalam RUU P2SK.
"Semisal, saya akan meminta tambahan pekerjaan, apabila sudah beres semua. Takutnya nanti, belum beres satu, kemudian ditambah pekerjaan lagi, bisa saja berantakan. Maksudnya, kelarin dahulu yang ada," katanya.
Intinya, Freddy menilai OJK perlu berfokus untuk memaksimalkan wewenang pengawasan yang ada saat ini untuk TASPEN dan ASABRI. Apabila indikator keberhasilan kinerja OJK sudah terlihat jelas, tentu bisa ditambahkan kewenangan lain.
Menurut Freddy, usulan penambahan pengawasan tata kelola terhadap TASPEN dan ASABRI juga tak serta-merta dapat dikabulkan begitu saja. Dia mengatakan pastinya DPR RI akan berbicara dahulu dengan stakeholder lainnya, seperti Kementerian Keuangan, TNI, dan Polri yang memang berkaitan juga dengan TASPEN dan ASABRI.
Baca Juga: Soroti Tata Kelola Investasi TASPEN dan ASABRI, OJK Beri Rekomendasi di RUU P2SK
Sebelumnya, dalam rapat bersama DPR RI, OJK menyebut kasus yang terjadi di PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) akibat adanya tata kelola investasi yang sangat buruk sehingga disalahgunakan oleh pihak tertentu dan return investasinya juga kurang maksimal.
Selain itu, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono juga menyinggung soal kurangnya optimalisasi manfaat di TASPEN dan ASABRI. Dia bilang seharusnya produk asuransi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bisa lebih dioptimalkan agar lebih relevan dengan kebutuhan peserta. Dia juga mengatakan adanya permasalahan pada pergerseran fokus bisnis di tubuh TASPEN dan ASABRI.
"Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terdapat potensi pergeseran fokus antara misi layanan publik asuransi sosial dan tujuan korporasi," ujarnya saat rapat Panja Revisi UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: RUU P2SK Belum Final, DPR Tegaskan Independensi BI Tetap Terjaga
.Atas dasar sejumlah hal itu, Ogi mengusulkan beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam RUU P2SK. Dia bilang perlu adanya penegasan kewenangan pengawasan OJK. Perlu adanya poin aturan secara eksplisit yang memperkuat dan menegaskan kewenangan OJK untuk melakukan pengawasan terhadap TASPEN dan ASABRI. Sebab, saat ini hanya pengawasan ASABRI yang memiliki dasar hukum berbentuk PP.
Selain itu, Ogi mengusulkan adanya mandat kepatuhan terhadap prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen risiko. Misalnya, mewajibkan TASPEN dan ASABRI mengikuti standar tata kelola perusahaan yang baik dan manfaat risiko setara dengan industri jasa keuangan lainnya yang diawasi OJK.
Terakhir, OJK mengusulkan adanya pemisahan aset, yaitu mendorong pengaturan yang lebih tegas mengenai pemisahan antara aset program asuransi sosial dengan aset badan.
"Itu dipisahkan. Apakah menyangkut perubahan dari badan penyelenggaraannya atau kelembagaannya sekarang yang berbentuk PT, atau disamakan dengan BPJS Ketenagakerjaan atau BPJS Kesehatan dalam bentuk badan pengelola. Kalau badan pengelola, bisa dipisahkan antara aset program dengan aset badan," kata Ogi.
Baca Juga: RUU P2SK Dikritik, Ekonom Sebut Berpotensi Seret BI Kembali ke Pola Orde Baru
Selanjutnya: BNI Dorong Transparansi Lewat Edukasi di Hari Hak untuk Tahu Sedunia
Menarik Dibaca: Nasi Bebek Ibu Chotijeh, Antrean Panjang di Pasar Baru Sejak 2016
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News