Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan masih terus menempatkan likuiditas yang berlebih di surat berharga negara (SBN). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, jumlah kepemilikan bank di SBN mencapai Rp 1.658,90 triliun hingga Januari 2022.
Jumlah tersebut naik dari akhir 2021 yang mencapai Rp 1.591 triliun. Sementara, di akhir 2020 jumlah kepemilikan bank di SBN hanya Rp 1.375 triliun.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatat dana yang ditempatkan dalam surat berharga mencapai Rp 231 triliun per Desember 2021.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA, Hera F. Haryn mengatakan, penempatan dana pada instrumen surat berharga sebagai bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan.
“Juga mendukung perekonomian nasional di tengah tantangan terkini. Hal ini juga untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat,” kata dia kepada Kontan.co.id pada Rabu (16/2).
Baca Juga: Naik 16%, BRI Taruh Dana Rp 248 Triliun di SBN Hingga Akhir 2021
Lebih lanjut Hera bilang, seiring dengan dukungan likuiditas BCA yang sangat memadai, didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang solid. Juga mempertimbangkan imbal hasil yang baik dan instrumen yang beresiko rendah, hingga saat ini memberikan kontribusi positif bagi perusahaan.
Seiring pemulihan ekonomi, BCA optimistis kinerja akan terangkat. Bank BCA menargetkan pertumbuhan kredit tahun ini bisa mencapai 6% hingga 8% year on year
Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiatmadja sengaja memasang target konservatif karena ada beberapa faktor yang mesti dipertimbangkan untuk penyaluran kredit tahun ini.
Untuk mencapai target tersebut, beberapa strategi telah dipersiapkan Bank BCA. Pertama, mempertahankan sistem pembayaran yang andal dan terpercaya. Misalnya, nasabah bisa menghubungi Halo BCA jika ada masalah.
Kedua, menyediakan beragam produk kredit, khususnya bagi segmen korporasi potensial seperti infrastruktur, komoditas dan telekomunikasi. Untuk kredit konsumen, menyasar segmen kredit menengah (SMI) dan komersil yang memiliki prospek bagus.