Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
Hanya saja, ia menyayangkan hal tersebut tidak diikuti dengan dengan kedalaman pasar keuangan di Indonesia. Dalam hal ini, Johannes bilang produk-produk investasi di Indonesia terbilang masih terbatas jika dibandingkan di luar negeri.
“Pilihan produknya ngak banyak, tapi kalau misalnya di luar negeri Ini produknya banyak sekali. Kalau misalnya menarik deposito dari sana sama ke sini mau ditempatkan di mana,” ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede pun menambahkan masih ada risiko uang di Indonesia keluar lagi karena beberapa faktor. Contohnya, ketika suku bunga acuan turun, imbal hasil deposito bisa menipis sehingga dana besar akan mencari alternatif.
Baca Juga: Ini 7 Pola Pikir Orang Kaya yang Bisa Mengubah Hidup Anda
“Jika pasar obligasi korporasi, reksadana pendapatan tetap, dana jatuh tempo tetap, ETF obligasi, dan instrumen lindung nilai belum cukup dalam, dana tersebut mudah kembali melirik luar negeri,” ujar Josua.
Josua bilang Singapura akan tetap menjadi magnet bagi pemilik kekayaan di kawasan. Ia menggambarkan, pada tahun 2024, Singapura diperkirakan menyerap sekitar 3.500 orang kaya baru, meski proyeksinya turun menjadi sekitar 1.600 pada 2025.
Menurutnya, ini menunjukkan daya tarik luar negeri belum hilang, hanya saja momentumnya sudah mulai normal.
“Supaya dana domestik tidak kembali hengkang, ketersediaan produk di dalam negeri harus terus ditingkatkan,” tandasnya.
Selanjutnya: Kementerian ESDM Ungkap Sudah Beri Izin Produksi Atas 2 Tambang Freeport
Menarik Dibaca: Promo The Body Shop Diskon s/d 70% Segera Berakhir, Berlaku sampai 15 November 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













