Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna menyehatkan kinerja perusahaan, PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) menjual aset bermasalah yang terdiri dari kredit macet atau non performing loan (NPL) dan kredit berisiko atau loan at risk (LAR). Transaksi yang terjadi pada 21 Juni 2022 lalu ini, merupakan aset dari 180 debitur dengan nilai original principal balance (OPB) sebesar Rp 4,13 triliun.
Sedangkan nilai penjualan aset busuk ini sebesar Rp 2,65 triliun yang setara dengan US$ 183,08 juta dengan menggunakan kurs US$ 1 = Rp 14.500. Nilai transaksi tersebut merupakan 31,31% dari nilai buku ekuitas BBKP per 31 Desember 2022.
Direktur Operasional KB Bukopin Helmi Fahrudin menyatakan dengan aksi ini, maka akan menurunkan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) dan tingkat NPL. Ia menyatakan NPL gross akan turun dari 10,66% dari Desember 2021 menjadi 5,94% di Desember 2022.
Baca Juga: Bank KB Bukopin Dapat Pinjaman Rp 4,4 Triliun dari IFC, Ini Tujuannya
Sedangkan NPL net di Desember 2021 di level 4,91% diproyeksikan akan turun menjadi 3,60% pada Desember 2022 mendatang. Sehingga, KB Bukopin bisa meningkatkan kemampuan dalam penyaluran kredit baru yang lebih berkualitas.
Ia menjelaskan skema transaksi ini menggunakan pengalihan kepemilikan aset bermasalah yang dijual ke SPC yang didirikan di Singapura. SPC menerbitkan obligasi private bond sebesar US$ 180 juta sebagai pembayaran untuk pembelian portofolio aset bermasalah ini.
“Perbedaan antara nilai obligasi dan harga jual akan dibayar dengan hasil tagihan yang diterima sejak cut off date pada 31 Desember 2021 sampai dengan tanda tangan perjanjian jual beli. Jangka waktu obligasi adalah 5 tahun dengan opsi beli sebagian atau seluruhnya,” tulisnya dalam keterbukaan informasi, Senin (27/6).
Selanjutnya, KB Kookmin Bank sebagai induk perusahaan dari KB Bukopin akan menerbitkan stand by letter of credit (SBLC) sebesar US$ 185 juta tanpa syarat. Juga tidak bisa dibatalkan serta menyediakan fasilitas kredit revolving (RFC) sebesar US$ 20 juta kepada SPC selama 5 tahun. RFC akan digunakan untuk membayar bunga dan pokok jika saldo kas SPC tidak mencukupi.
“Perseroan akan ditunjuk sebagai servicing agen atau agen koleksi dan bertanggung jawab atas penagihan, penegakan, atas nama SPC, yang kemudian akan menghasilkan sumber utama arus kas untuk SPC. Perseroan akan menerima fee sebagai agen koleksi tersebut,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News