Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perselisihan terkait jaminan fidusia di antara perusahaan pembiayaan dengan debitur masih sering muncul. Padahal, payung hukum soal jaminan fidusia sudah ada sejak nyaris dua dekade lalu.
Pemahaman debitur soal jaminan fidusia pun menjadi sorotan. Kekurangpahaman debitur mengenai aspek hukum dalam perjanjian di industri pembiayaan dinilai masih sangat minim.
Menurut Kepala Departemen Pengawas Industri Keuangan Non Bank (INKB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan, masih banyak nasabah yang tidak memahami soal jaminan fidusia ketika menggunakan jasa perusahaan pembiayaan. "Mereka jarang membaca pasal-pasal hak dan kewajiban dalam perjanjian pembiayaan," kata dia akhir pekan lalu.
Alhasil, jaminan fidusia kerap memunculkan masalah yang berujung konflik. Misalnya penarikan kendaraan dari debitur oleh perusahaan pembiayaan atau melalui tenaga penagih. Masalah lain yang masih sering terdengar adalah pemindahtanganan kendaraan yang masih merupakan objek jaminan fidusia oleh debitur kepada pihak lain.
Padahal payung hukum jaminan fidusia sudah ada sejak Undang-Undang (UU) No 42/1999 tentang jaminan fidusia disahkan. OJK pun mengatur jaminan fidusia di industri pembiayaan lewat POJK nomor 29/POJK.05/2014, serta dengan POJK Nomor 30/POJK.05/2014.
Dia menyatakan, UU No 42/1999 sudah menyatakan bahwa akta jaminan fidusia yang disertakan di sertifikat fidusia memiliki hak eksekutorial, seperti keputusan pengadilan. Ia menyebut, prinsip dasar dari fidusia adalah nasabah menjaminkan barang bergerak atas dana yang telah dipinjam semasa tenor kredit yang disepakati.
Nah jika debitur lalai memenuhi kewajiban, perusahaan pembiayaan berhak melakukan eksekusi kendaraan dimana saja karena ada hak eksekutorial yang melekat. "Sehingga eksekusi jaminan fidusia tidak perlu melalui pengadilan," ujar Bambang.
Karena masalah pemahaman yang minim, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengimbau pemain multifinance untuk meningkatkan sosialisasi soal jaminan fidusia. "Termasuk konsekuensi hukumnya," ujar dia.
Di sisi lain, sengkarut jaminan fidusia pun menuntut pemain untuk meningkatkan kehati-hatian dalam berbisnis. Roni Haslim, Direktur Utama PT BCA Finance menyatakan, untuk memperkecil risiko, multifinance perlu lebih hati-hati dalam memilih debitur. Karena masalah terkait jaminan fidusia biasanya berawal dari kredit yang bermasalah. Dus jika seleksi lebih baik, masalah bisa dihindari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News