Reporter: Anna Suci Perwitasari |
JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) masih menunggu reaksi Bank Indonesia (BI) terkait usulan pembatasan nilai transaksi tunai sebesar Rp 100 juta.
"Saya sudah bertemu dengan Dirjen Pajak (Fuad Rahmany) dan Inspektur Jenderal Pajak yang katanya Kementerian Keuangan sudah membuat kajian. Sekarang tinggal menunggu BI," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/10).
Sebenarnya, PPATK sudah memberikan usulan ke BI secara resmi pada akhir tahun lalu. Dalam surat tersebut, diusulkan pembatasan maksimal transaksi tunai adalah Rp 100 juta dan hal itu dapat dimasukkan dalam amendemen undang-undang BI. Walaupun begitu, Agus menambahkan bentuk aturan mengenai pembatasan ini juga tidak mesti dimasukkan ke UU, tapi dapat dikeluarkan melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) juga sudah cukup.
"Ini kan untuk menuju less cash society dan efisien karena lebih irit peredaran uangnya. Tapi yang belum ketahuan itu kan dampaknya ke likuiditas uang tunai seperti apa," tambah Agus.
Namun ia menegaskan, pembatasan ini bukan berarti tidak boleh terjadi transaksi di atas Rp 100 juta. "Contohnya untuk beli mobil seharga Rp 500 juta dan mau secara tunai, ini maksudnya si pembeli cukup memberikan uang tunai sebesar Rp 100 juta dan sisanya bisa melalui transfer," jelasnya.
PPATK sendiri menegaskan jika angka batasan Rp 100 juta ini bukan angka mutlak. "Jika BI mau menerapkannya dengan batasan yang lebih tinggi ya tidak apa-apa. Yang jelas dengan transaksi uang tunai yang saat ini masih no limit kan juga masih bisa terdapat uang palsu. Jadi ini juga untuk menanggulangi hal tersebut," pungkas Agus.
Nah, mengenai usulan pembatasan transaksi tunai tersebut bertujuan agar masyarakat Indonesia semakin banyak yang menggunakan fasilitas dan mengenal perbankan. Selain itu, pembatasan ini pun dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap uang tunai sehingga dapat mencegah kasus perampokan dan juga korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News