Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia menilai salah satu upaya dalam meningkatkan penetrasi asuransi umum dengan mengarap produk asuransi berbasis indeks atau asuransi parametrik. Lewat produk ini, pelaku asuransi umum dapat menggarap produk sesuai yang dibutuhkan nasabah.
Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe bilang penetrasi asuransi di Indonesia terhadap pendapatan domestik bruto hanya 2,77%.
Baca Juga: Sampai Juli, Jasa Raharja kantongi laba Rp 915 miliar
Bahkan khusus untuk asuransi umum, penetrasinya hanya 0,41%. Lanjut dia, artinya satu orang Indonesia hanya mampu membeli premi asuransi umum seharga Rp 230.000 per tahun.
“Artinya bila perusahaan asuransi umum menawarkan produk dengan harga di atas Rp 230.000 tidak ada yang mau beli. Selain itu, literasi juga masih kecil menyebabkan asuransi umum sulit menjual asuransi mikro dengan premi kecil lantaran proses klaim yang ribet. Oleh sebab itu, perlulah produk yang lebih sederhana yakni asuransi parametrik,” ujar Dody beberapa waktu lalu.
Dody bilang produk ini tidak mengganti kerugian murni, melainkan mengeluarkan pembayaran yang ditetapkan atas terjadinya peristiwa pemicu obyektif. Oleh sebab itu, pembayaran klaim ditentukan berdasarkan parameter atau indeks yang sudah ditentukan diawal. Namun parameter ini harus dikeluarkan oleh lembaga yang kredibel.
Baca Juga: Indonesia Re jadi BUMN reasuransi pertama gelar rapat di atas kapal
“Asuransi parametrik ini mampu menyesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Produk ini memiliki administrasi yang sederhana, cepat dalam penilaian risiko, dan proses pembayaran klaim lebih cepat karena tidak perlu melakukan pengecekan langsung,” jelas Dody.
Dody mencontohkan untuk produk asuransi bencana gempa. Pada produk biasanya, ketika terjadi gempa dan ada kerusuhan pada rumah, maka harus dicek kebenaran terjadi gempa. Juga dilihat dampak kerusakan. Dody menilai inilah yang membuat proses klaim jadi lebih rumit.
Berbeda dengan asuransi parametrik, bila menggunakan parameter kekuatan gempa 6 skala richter. Maka BMKG merilis bahwa sudah terjadi gempa dengan kekuatan 6,1 skala richter maka perusahaan asuransi akan membayarkan klaim tanpa melihat kerusakan yang ada.
Dody menyebut produk asuransi parametrik dapat diterapkan untuk menggarap segmen ritel. Adapun lini bisnis asuransi yang bisa diterapkan adalah harta benda, kendaraan bermotor. Bahkan saat ini yang paling banyak digunakan pada asuransi keterlambatan pesawat.
“Bila asuransi ritel menerapkan asuransi parametrik dan bisa terjual, maka volume premi asuransi akan naik. Namun tantangannya, pemain asuransi harus menjual produk ini dengan teknologi digital seperti fintech, jangan door to door,” tambah Dody.
Baca Juga: Jasa Raharja gencar lakukan inovasi digital, ini alasannya
Memang hingga saat ini, volume premi asuransi umum masih mengalami pertumbuhan positif. AAUI merilis data pendapatan premi bruto sebesar industri asuransi Rp 39,95 triliun hingga Juni 2019. Nilai ini tumbuh 20,6% year on year (yoy) dari posisi yang sama tahun lalu sebanyak Rp 33,31 triliun.
Lanjut Dody hingga saat ini sudah ada beberapa perusahaan asuransi umum yang telah menerapkan asuransi parametrik di Indonesia. Misalnya produk asuransi gempa parametrik yang sudah dipasarkan oleh Aswata. Juga ada asuransi demam berdarah yang dijual oleh ACA dan Adira Insurance.
Selain itu, produk weather index insurance yang dimiliki oleh Jasindo, ACA, dan Sompo Insurance. Serta asuransi usaha budidaya dan asuransi perikanan bagi pembudidaya yang dikembangkan oleh Jasindo.
Baca Juga: NPL naik, begini alasan dan upaya perbaikan BTN
Kendati demikian, Dody bilang AAUI tidak memiliki data seberapa besar kontribusi asuransi ini terhadap total pendapatan premi asuransi. Namun memang masih relatif kecil.
Dody juga menyebut tantangan dalam menerapkan asuransi parametrik adalah big data yang masih sulit saat ini di Indonesia. Selain itu, ketika membuat produk ini, Dody mengaku perlu meminta restu dari regulator.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News