Reporter: Ruisa Khoiriyah | Editor: Johana K.
Jakarta. Kondisi likuiditas berdenomasi valuta asing (valas) yang masih berlimpah, membuat bank belum tergerak mencari utang valas ke luar negeri. Mengutip catatan Bank Indonesia (BI), sampai akhir Januari 2010 lalu, belum ada satu pun bank yang mengajukan pinjaman valas bertenor panjang.
Direktur Direktorat Internasional BI Dian Ediana Rae menuturkan, persetujuan terakhir yang dikeluarkan BI adalah tahun 2009. BI menyetujui permohonan utang valas sebuah bank senilai US$ 74,2 juta. "Sampai akhir bulan lalu, belum ada satu pun permohonan pinjaman valas baru dari bank," kata Dian.
Tahun lalu, BI mengeluarkan persetujuan utang valas perbankan sekitar US$ 2,79 miliar dalam bentuk utang valas jangka panjang. Dari nilai sebesar itu, "Yang baru direalisasikan atau ditarik oleh bank yang bersangkutan sebesar 61% saja, senilai sekitar US$ 1,7 miliar," ujar Dian.
Menurut Dian, sepinya permohonan utang valas baru pada awal tahun karena bank terlebih dahulu harus mengajukan Rancangan Bisnis Bank (RBB) kepada Direktorat Pengawasan Bank. Dengan demikian, jika bank belum menyampaikan RBB maka tidak dapat memperoleh persetujuan pinjaman luar negeri (PLN) jangka panjang.
Banjir valas
Saat penyaluran kredit valas sepi, di saat yang sama, perbankan justru kebanjiran likuditas valas. Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia per November 2009, dana pihak ketiga (DPK) valas mencapai Rp 318, 233 triliun, naik 8,66% dari akhir 2008 atau sebesar Rp 25,38 triliun.
Nah, ketimbang mengajukan utang valas lagi, banyak bank yang lebih memilih untuk memanfaatkan likuiditas valas yang ada di brankasnya.
Direktur Internasional dan Tresuri Bank Mandiri Thomas Arifin menambahkan, saat ini, ada banyak bank alias kreditur di luar negeri yang menawarkan pinjaman dengan persyaratan menarik. "Mereka menawarkan pinjaman bertenor lebih panjang," ujarnya. Dari yang biasanya bertenor maksimal satu tahun, banyak kreditur asing yang kini menawarkan pinjaman valas dengan tenor tiga tahun.
Selain Bank Mandiri, Bank BNI juga mengaku mempunyai likuiditas valas yang berlimpah. Alhasil, BNI belum berminat untuk meminjam valas dalam bentuk bilateral loan kepada kreditur lain, "Masih oke, nilainya mencapai 16% dari total DPK kami yang sebesar Rp 177 triliun," ungkap Chief Financial Officer BNI Yap Tjay Soen.
Meski begitu, Bank BNI akan segera menerbitkan obligasi subordinasi senilai US$ 300 juta. Selain biayanya lebih murah, hasil penerbitan obligasi valas kelak untuk memperkuat modal serta ekspansi kredit BNI. Hanya saja, rencana ini masih terkendala aturan BI, yakni kewajiban pelaporan bagi investor jika obligasi jatuh tempo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News