Reporter: Nina Dwiantika |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyangkal soal pernyataan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahwa BI membiarkan bank menggunakan penagih utang (debt collector). Sebab, saat ini bank sentral menampung semua usulan terkait soal dihilangkannya debt collector.
Difi Ahmad Johansyah, Kepala Biro Humas BI, mengatakan bahwa penghapusan debt collector itu tidak serta-merta harus disepakati oleh BI, namun juga oleh kesepakatan perbankan. "Bukan dibiarkan, melainkan usulan penghapusan debt collector harus sesuai dengan keputusan bersama antara BI dan perbankan," papar Difi, Senin (4/4).
Selain itu, perbankan juga harus bertanggung jawab atas keamanan nasabah, misalnya menghindari cara-cara kekerasan. Bank sentral menginginkan agar bank tidak sedikit-sedikit menggunakan regulasi. Pasalnya, BI menilai perbankan sudah cukup dewasa menghadapi persoalan tersebut.
Difi bilang, industri perbankan harus imbang dalam mencari keuntungan artinya tidak hanya menjaring bisnis kartu tapi juga nasabah perlu mendapatkan perlindungan. Tak hanya itu, nasabah juga perlu mengingat kartu kredit itu digunakan sebagai fungsinya yakni alat pembayaran bukan untuk berutang.
"Nah, nasabah perlu edukasi tentang produk keuangan mana yang diperlukannya, jangan sampai terjebak oleh iklan-iklan perbankan," tutur Difi.
Sebelumnya, YLKI mengimbau BI sepatutnya mengevaluasi penggunaan jasa penagihan. Apalagi, selama ini langkah paksa berikut kekerasan dalam proses menagih utang kerap dilakoni debt collector. Padahal, permasalahan kredit terjadi karena perbankan tidak ketat atau tak selektif memberikan kredit kepada nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News