Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Para pengusaha kelapa sawit mengaku mulai kelimpungan saat harus mencari utang dari bank dalam beberapa bulan terakhir seiring merosotnya harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaludin Hasibuan bilang, "Perbankan mengerem kredit perkebunan karena kesulitan likuiditas," tuturnya kemarin (3/12). Kalaupun ada bank yang masih mau memberikan kredit, mereka menawarkan tingkat bunga yang tinggi.
Alhasil, pengusaha kelapa sawit sulit melakukan ekspansi bisnis, misalnya untuk perluasan lahan. Tapi pengusaha mengaku masih punya simpanan dana yang cukup dari keuntungan kenaikan harga CPO beberapa waktu lalu, Mereka akan menggunakan uang itu untuk ekspansi usaha perkebunan.
Hanya, kondisi ini memang cukup memberatkan bagi pengusaha yang masih bau kencur di sektor ini. Saat kantong mereka cekak dan bank enggan mengucurkan kredit, mereka akan mengalami kesulitan mengembangkan usaha.
Padahal Akmaludin memperkirakan prospek bisnis CPO masih bagus. Walaupun sekarang tren harga CPO sedang merosot, tapi dengan kebutuhan energi di masa depan, harga CPO pasti bakal naik kembali.
Jadi, saat ini, justru saat yang tepat bagi pengusaha CPO untuk membuka lahan sebanyak-banyaknya. Apalagi umur pohon untuk produktif butuh waktu sekitar delapan tahun.
Masih jalan
Di lain pihak, Direktur Korporasi PT Bank Mandiri Tbk Riswinandi mengaku sampai saat ini tidak ada masalah dengan penyaluran kredit ke sektor komoditi. "Yang jelas kami akan melakukan pengawasan yang lebih ketat saat ini dan ke depannya," tutur Riswinandi (1/12).
Di Bank Mandiri, penyaluran kredit komoditas masuk dalam kredit korporasi. Riswinandi mengklaim kebanyakan kredit mengalir kepada perusahaan yang sudah mempunyai nama baik dan terpercaya. Oleh karena itu Mandiri percaya mereka tak akan kesulitan melunasi kredit atau menunggak.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) PT BRI Tbk Sulaiman Arif Arianto. Ia mengatakan bahwa kebanyakan kredit ke sektor komoditas di BRI melalui proyek inti plasma sehingga prospeknya lebih terpercaya. Selain itu, perusahaan inti plasma tersebut sudah mempunyai pembeli sehingga tak menjadi permasalahan dalam menjual hasil kebun mereka.
Sulaiman mengatakan bahwa penyaluran di individu hanya sedikit. "Eksposurenya hanya Rp 600 miliar dan kami sudah menyiapkan pencadangan sebesar Rp 1 triliun," tuturnya. Oleh sebab itu mereka tidak kawatir dengan penurunan harga komoditas yang terjadi saat ini.
Bank BRI berpatokan pada analisis sebelum memberikan kredit perkebunan kelapa sawit. Patokannya adalah break event point (BEP) alias titik impas usaha perkebunan kelapa sawit. Menurut mereka BEP kebun sawit tercapai kalau harga tandan buah segar Rp 400 per kilogram (kg). Sebagai pembanding, biarpun harga komoditi termasuk sawit dan turunannya sedang ambrol, sampai kemarin harga tandan buah segar masih Rp 580 per kilogram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News