Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kesepakatan 14 bank penguasa mayoritas aset perbankan nasional pekan lalu mendapat ujian berat. Persis setelah para bankir menuruti titah Bank Indonesia (BI) untuk mengerek turun bunga depositonya hingga paling tinggi 8%, Pemerintah justru menerbitkan surat utang negara (SUN) dengan tawaran imbal hasil alias yield lebih dari 11%.
Para bankir kontan ketar-ketir melihat realita tersebut. Mereka cemas, nasabah kakap akan memindahkan uangnya ke SUN yang menjanjikan return lebih mekar. "Ini bisa menimbulkan ketidakseimbangan di pasar. Sebagian besar dana pasti tersedot ke SUN," ujar Wakil Direktur Utama Bank Danamon Jos Luhukay, Selasa (25/8).
Hal senada diungkapkan Kepala Tresuri ANZ Panin Bank Willing Bolung. Dia menilai, imbal hasil yang tinggi baik pada ORI maupun pada SUN secara perlahan akan menyedot likuiditas bank. Sebab, "Investor selalu mencari untung yang lebih tinggi," ujar Willing.
Sebetulnya para bankir sudah meminta BI berkoordinasi dengan Departemen Keuangan, agar di saat bunga deposito luruh, yield SUN ikut melandai. Tapi nyatanya, saat bank mulai memangkas bunga, yield SUN tetap tinggi.
Langkah Pemerintah yang tetap mengerek yield SUN tinggi-tinggi tersebut, otomatis bankir enggan menjaga kesepakatan penurunan bunga. "Jika regulator sendiri tidak kompak, kesepakatan tersebut tidak akan berumur panjang," kata Jos.
Apalagi, jumlah bank yang meneken kesepakatan penurunan bunga hanya 14 bank besar. Sedangkan bank berskala menengah-kecil dan Bank Perkreditan Rakyat masih bebas mematok bunga deposito. "Ada 2.000 bank kecil di luar sana, kalau mereka tidak ikut menurunkan bunga, yang terjadi adalah distorsi pasar," kata Jos.
Danamon semakin enggan menurunkan bunga simpanan mengingat rasio kredit terhadap dana masyarakat atau loan to deposit ratio (LDR) mereka cukup tinggi, sekitar 87%. "Kami masih likuid. Tapi bank dengan LDR 80%-90% itu memang perlu menjaga likuiditas," ujar Jos.
Bank BNI yang sebagian besar sahamnya dimiliki Pemerintah, mengaku tak cemas dengan bunga SUN yang tinggi. "Yang terpenting bagi kami adalah volume," kata Direktur Utama BNI Gatot Suwondo.
Pemerintah hanya menyerap dana senilai Rp 3,5 triliun dalam lelang SUN, Selasa (25/8). Bagi Gatot, nilai sebesar itu tak menimbulkan ancaman penurunan likuiditas perbankan. "DPK perbankan masih di kisaran Rp 1.300 triliun, kalau pemerintah mengambil 10% dana, baru kami khawatir," ujarnya.
Gatot juga yakin, kesepakatan penurunan bunga bisa berjalan jika BI bersikap tegas. "BI harus aktif memantau jalannya kesepakatan penurunan bunga," ujar Gatot.
Direktur Retail Bank Mega Kostaman Thayib menilai, pesaing bank adalah Obligasi Ritel Indonesia (ORI). "Kalau SUN itu jatahnya untuk deposan besar, apalagi tenornya sepanjang itu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News