Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun lalu, kredit perbankan masih tumbuh dobel digit di tengah kenaikan suku bunga acuan. Bank Indonesia (BI) mencatatkan kredit perbankan tumbuh 11,75% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit 2017 yang hanya tumbuh 8,2%. Kendati demikian kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) tetap rendah sebesar 2,4%.
Pertumbuhan kredit yang tinggi mendorong kenaikan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) agar bank bisa mengantisipasi kenaikan kredit bermasalah. Misalnya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatatkan penyaluran kredit (bank only) sebesar Rp 483,42 triliun sepanjang 2018 atau tumbuh 15,88% dari tahun 2017.
Seiring dengan kenaikan kredit, CKPN BNI ikut naik. Pencadangan yang dibentuk sepanjang 2018 naik tipis 0,86% menjadi Rp 14,05 triliun dari sebelumnya Rp 13,93 triliun. Direktur Manajemen Resiko BNI Bob Tyasika Ananta mengatakan meningkatnya CKPN kredit BNI pada 2018 selain karena pertumbuhan kredit juga lantaran BNI menaikkan coverage ratio dari 148% pada akhir 2017 menjadi 152% pada 2018.
"Namun hal ini dibarengi dengan kemampuan mengelola kualitas aset yang ditunjukan dengan rasio NPL pada level 1,9%. Sehingga kebutuhan CKPN hanya sedikit kenaikannya," ujar Bob kepada Kontan.co.id, Kamis (21/2). Pada 2017 lalu, NPL BNI berada di level 2,26%.
Bob menyebutkan, pada 2019 ini, BNI merencanakan kenaikan coverage ratio lebih tinggi dibanding posisi akhir tahun 2018 menjadi sekitar 155%. Ini sebagai langkah antisipatif terhadap kondisi ekonomi yang diproyeksikan belum sepenuhnya sesuai harapan. Selain itu, Bob menilai, faktor ekonomi global yang fluktuatif dapat berpengaruh terhadap kualitas kredit.
"Sektor kredit yang perlu diwaspadai pada 2019 adalah di sektor komoditas mengingat volatilitas harga dipasar relatif sangat fluktuatif," tambah Bob. BNI sendiri menginginkan agar NPL tidak melibihi 1,9% sepanjang 2019.
Begitupun dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mencatatkan kenaikan penyaluran kredit (bank only) sebesar 13,60% yoy menjadi Rp 804,3 triliun di 2018. Sedangkan penyaluran kredit di 2017 hanya Rp 708 miliar.
Guna dapat mempertahankan NPL, bank dengan sandi saham BBRI ini menaikkan CKPN sebesar 18,92% menjadi Rp 34,56 triliun pada 2018. Nilai ini naik dari posisi Desember 2017 senilai Rp 29,06 triliun.
"BRI dari dulu cukup prudent, sehingga pembentukan CKPN bisa lebih tinggi dibandingkan pinjaman. Tahun ini strategi pembentukan CKPN tidak berubah," ujar Direktur Manajemen Risiko BRI Mohammad Irfan kepada Kontan.co,id pada Rabu (20/2).
Irfan mengaku, di BRI sektor industri yang perlu diwaspadai agar tidak menjadi kredit bermasalah adalah komoditi maupun sumber daya alam (SDA) beserta bisnis terkait.
Meskipun telah menaikkan CKPN, pada 2018 lalu, NPL BRI naik tipis menjadi 2,14% dari posisi 2017 di level 2,1%. Irfan mengaku, penyumbang kredit bermasalah terbesar di BRI datang dari segmen ritel menengah. Irfan berharap dari kenaikan CKPN di 2019 ini, BRI dapat menekan NPL sehingga lebih baik dibandingkan pencapaian 2018.
Begitupun dengan CKPN PT Bank OCBC NISP Tbk yang naik 4,57% menjadi Rp 4,57 triliun di 2018, dari tahun 2017 sebesar Rp 4,15 triliun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit sebesar 11% menjadi Rp 117,8 triliun. Sedangkan NPL bank dengan sandi NISP ini berada di level 1,7%.
"Selama 2018, CKPN naik seiring dengan pertumbuhan kredit sebesar 11% yoy di 2018. Demikian juga untuk 2019, seiring dengan rencana pertumbuhan kredit di tahun 2019, saldo CKPN pada akhir Desember 2019 diproyeksikan naik agar NPL tetap di bawah 2%," ujar Parwati kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News