Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Guna melindungi dana nasabah, perbankan harus membayar premi penjaminan kepada Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Di tengah pandemi, Perhimpunan bank nasional (Perbanas) melayangkan surat ke LPS untuk menghapuskan pembayaran premi tersebut.
“Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Perbanas mengirimkan surat untuk dihilangkan premi LPS. Waktu itu kami jawab, tidak bisa karena undang-undangnya tidak bisa. Namun kita lihat, bila memang itu dimungkinkan dan dampaknya positif kepada ekonomi maka akan kami lakukan evaluasi ulang,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa secara virtual pada Jumat (9/4).
Ia melanjutkan, LPS akan mendiskusikan kemungkinan penghapusan premi penjaminan itu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kendati demikian, Purbaya melihat ada kelemahan perekonomian Indonesia saat ini yakni belum tumbuhnya kredit perbankan.
Baca Juga: Kementerian BUMN sebut kredit bank Himbara tumbuh positif hingga kuartal I-2021
“Oleh sebab itu, saya menantang Ketua Perbanas Kartika Wirjoatmodjo untuk menghimbau dan paksa kepada anggota untuk menyalurkan kredit. Jangan hanya ditempatkan di Bank Indonesia saja. Bila itu terjadi, maka LPS akan serius untuk evaluasi penghilangan premi tersebut,” tantang Purbaya.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis, Data Distribusi Simpanan Masyarakat naik 9,7% year on year (yoy) menjadi Rp 6.726 triliun pada Februari 2021. Data itu dikumpulkan dari 107 bank umum yang terdiri dari 95 bank umum konvensional dan 12 bank umum syariah. Secara bulanan atau month over month (MoM), juga terjadi peningkatan 1,3% dibandingkan bulan sebelumnya.
Sementara itu, jumlah rekening simpanan pada bulan Februari 2021 tercatat sebanyak 351.599.277 rekening, naik 15,5% YoY namun turun 0,3% jika dibandingkan Januari 2021. Lebih lanjut, adanya peningkatan nominal simpanan untuk tiering nominal di atas Rp 5 miliar sebesar 3,6% MoM, dan secara tahunan tumbuh 13,2% YoY menjadi Rp 3.283 triliun per Februari 2021.
Di lain sisi, nominal simpanan dengan tiering di bawah Rp 100 juta, turun 1,3% MoM, namun secara tahunan masih naik 5,9% menjadi Rp 907 triliun. Dari total simpanan tersebut, bila dilihat berdasarkan jenisnya, deposito menempati posisi teratas sebesar Rp 2.749 triliun atau 40,9%, disusul tabungan sebesar Rp 2.114 triliun setara 31,4%, giro sebesar Rp 1.787 triliun sebanyak 26,6%.
Baca Juga: OJK cabut izin Usaha BPR Lumbung Pitih Nagari Tapan
Lalu deposit on call sebesar Rp 72 triliun atau 1,1% dan sertifikat deposito sebesar Rp 4 triliun yang memberikan kontribusi paling kecil 0,1%. Secara tahunan, jenis simpanan yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah giro sebesar 19,8% (YoY). Sementara sertifikat deposito adalah jenis simpanan yang mengalami penurunan paling dalam setelah anjlok 77,4% YoY.
Data ini menjadi indikasi awal bahwa ekonomi bergerak ke arah yang lebih baik. Hal tersebut mengindikasikan ekonomi sedang bergerak ke arah yang lebih cepat.
“Pertumbuhan giro yang tinggi, yang disertai oleh penurunan deposito, memberi indikasi bahwa para pelaku ekonomi mulai siap-siap melakukan ekspansi dengan menambah dana yang siap pakai lebih banyak. Penurunan deposito memperkuat indikasi perkembangan ini, karena pada saat pelaku ekonomi akan meningkatkan aktivitasnya, mereka akan menambah uang kasnya dengan mengurangi deposito mereka," pungkas Purbaya.
Selanjutnya: OJK cabut izin Usaha BPR Lumbung Pitih Nagari Tapan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News