Reporter: Steffi Indrajana | Editor: Test Test
JAKARTA. Belum lagi diterapkan, rencana Bank Indonesia (BI) mewajibkan perbankan melaporkan suku bunga dasar kredit sudah mendapat penolakan. Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai, kebijakan prime lending rate ini tidak akan efektif menurunkan suku bunga kredit.
"Lebih baik diidentifikasi dahulu sektor mana yang masih mempermasalahkan tingginya suku bunga," kata Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, Jumat (8/10) malam. Pasalnya, tidak semua sektor usaha mempermasalahkan suku bunga yang tinggi.
Sigit bilang, perusahaan yang bergerak di sektor yang kompetitif dan memiliki persaingan tinggi biasanya akan menjadi rebutan bank-bank yang ingin menyalurkan kredit. "Dengan bargaining position yang tinggi, perusahaan tersebut bisa tawar menawar dengan bank. Akhirnya, mereka bisa mendapatkan suku bunga yang rendah," ujarnya. Contohnya, perusahaan di sektor telekomunikasi, makanan, dan minuman.
Ia menilai, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga tidak terlalu mempermasalahkan suku bunga tinggi. Masalah utama yang mereka hadapi adalah akses untuk mendapatkan pinjaman. "Jika mereka meminjam ke rentenir atau lintah darat, mereka bisa mendapat bunga 40%. Kalau bank bisa memberikan 20%, mereka sudah bersyukur sekali," tutur Sigit.
Salah paham
Sigit khawatir, kebijakan ini bisa menimbulkan kesalahpahaman antara calon debitur dengan bank mengenai penentuan suku bunga (pricing). Seperti diketahui, komponen prime lending rate yang diumumkan ada tiga hal. Pertama, biaya dana atau cost of fund. Kedua, biaya operasional atau overhead cost. Ketiga, margin keuntungan. "Sedangkan pricing, selain ketiga hal tersebut, masih ada premi resiko. Tidak semua nasabah mengerti bahwa prime lending rate ini belum termasuk premi risiko," tukasnya.
Ketika bank mengumumkan suku bunga dasar kredit, misalnya 15, lalu calon debitur dikenakan lagi premi risiko, timbul kesalahpahaman tersebut. "Pricing terbentuk karena negosiasi bukan karena diumumkan atau disuruh. Kalau tujuannya itu, tidak akan menurunkan suku bunga bank," tandasnya.
Kepala Biro Humas BI Diffi A. Johansyah mengatakan, tujuan utama prime lending rate bukan untuk menurunkan suku bunga kredit. "Kebijakan prime lending rate bertujuan agar perbankan transparan dalam struktur biayanya ke publik," jelasnya. Dus, publik bisa memilih bank menurut preferensi berdasarkan prime lending rate yang mereka inginkan. Menurutnya, BI ingin bank jujur terhadap publik. "Silakan saja kalau ada bank yang suku bunganya tinggi, yang penting diketahui publik," ujar Diffi.
Ia menambahkan, kebijakan ini merupakan bagian dari perlindungan konsumen. Pasalnya, selama ini nasabah mempunyai informasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan bank sebagai penyedia kredit.
"Sudah saatnya pula, nasabah atau publik punya pilihan dalam menggunakan jasa bank," ujar Diffi. Ia menambahkan, kebijakan ini telah diterapkan di negara lain, seperti India, Singapura, Malaysia, dan Peru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News