Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Di tengah kondisi perekonomian yang masih belum kembali semarak, perbankan digital mencatatkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang bervariasi.
Sebagian bank digital mengalami pemburukan rasio NPL. PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) misalnya, mencatat rasio NPL gross paling tinggi, yang mana mencapai 10,86% per Juni 2025 naik dari rasio 8,00% per Juni tahun lalu. Biaya pencadangan atau provisi Bank Amar juga meningkat. Per Juni 2025 biaya pencadangan sebesar Rp 463,9 miliar atau meningkat 36,4% YoY dari sebelumnya yang Rp 340,2 miliar.
Selain itu, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga mencatatkan kenaikan rasio NPL. Per Juni 2025, dicatat rasio NPL gross Allo Bank 1,53%, meningkat dari NPL per Juni tahun 2024 yang sebesar 0,42%. Sejalan dengan ini, Allo Bank juga membentuk biaya pencadangan atau provisi makin tebal, 384.4% YoY menjadi Rp 150,1 miliar dari periode sama tahun sebelumnya yang masih sebesar Rp 30,9 miliar.
Baca Juga: BCA Digital Mengkaji Potensi Produk Investasi Emas
Direktur Risiko, Kepatuhan, dan Hukum Allo Bank, Ganda Raharja Rusli mengatakan bahwa kenaikan NPL Allo Bank ini terjadi akibat adanya pemburukan NPL di beberapa segmen kredit retail.
Hal ini disebabkan pengaruh dari tekanan ekonomi seperti adanya PHK di beberapa sektor industri di awal tahun 2025 yang cukup berdampak kepada sebagian nasabah kredit retail di Allobank. Dengan kondisi ini, dia memproyeksikan NPL Allo Bank hingga akhir tahun 2025 belum bisa lebih rendah dari capaian NPL Allo Bank di Juni tahun 2024 lalu.
“Kami memproyeksikan angka NPL yang lebih rendah dari level posisi Juni 2025, namun tidak akan serendah level 0,42% mengantisipasi situasi ekonomi saat ini sampai dengan akhir tahun 2025,” ujar Ganda kepada Kontan, Senin (29/9/2025).
Meskipun begitu, sebagian besar perbankan digital mencatatkan kinerja perbaikan NPL di semester-I 2025 ini. PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) mencatatkan penurunan NPL gross dari sebelumnya 4,14% per Juni tahun lalu menjadi 4,03% di Juni 2025. Biaya pencadangan Bank Raya juga berhasil diturunkan 63,8% YoY, dari sebelumnya Rp 226,4 miliar menjadi Rp 82,0 miliar.
Baca Juga: Bank Digital Ramai-ramai Lirik Potensi Tabungan Emas
Direktur Keuangan Bank Raya Rustarti Suri Pertiwi bilang, bahwa sampai dengan akhir tahun 2025 Bank Raya diproyeksikan masih mampu menjaga posisi NPL Gross pada kisaran yang relatif sama dengan NPL saat ini.
“Demikian juga dengan kecukupan pencadangan yang tercatat sebesar 364,02% pada Juni 2025, kami tetap targetkan berada di kisaran 300% pada akhir tahun 2025. Kami optimis kualitas kredit Bank Raya akan terus terjaga dan sesuai dengan ketentuan regulator,” kata Rustarti.
Kinerja perbaikan NPL ini didapatkan dari strategi Bank Raya yang senantiasa meningkatkan kualitas proses penyaluran kredit, seperti perbaikan terus menerus dalam pembuatan credit scoring dan peningkatan efektifitas proses bisnis penyaluran kredit.
Bank digital lain yang juga mencatatkan perbaikan pada NPL ialah PT Bank Seabank Indonesia. NPL gross per Juni 2025 dicatat di level 1,68% lebih rendah ketimbang NPL Juni tahun lalu yang 1,98%. Namun, dicermati biaya pencadangan justru mengalami kenaikan 67% YoY menjadi Rp 2,7 triliun, dari sebelumnya Rp 1,6 triliun.
Direktur Utama SeaBank, Sasmaya Tuhuleley menyampaikan bahwa rasio NPL ini masih berada di level terjaga.
“Pertumbuhan kredit yang signifikan, efisiensi biaya dana serta biaya operasional berkontribusi langsung terhadap kinerja yang dibukukan Bank selama semester I-2025,” katanya.
Selanjutnya: Menkeu Tunda Penerapan Pajak E-Commerce, Begini Tanggapan idEA
Menarik Dibaca: Ketika Si Kecil Rewel, Ini yang Harus Moms Lakukan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News