kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbankan Menantikan Aturan Baru untuk Hapus Kredit Macet UMKM


Rabu, 19 Juli 2023 / 15:46 WIB
Perbankan Menantikan Aturan Baru untuk Hapus Kredit Macet UMKM
ILUSTRASI. Aturan baru terkait hapus kredit macet UMKM kini tengah dinantikan oleh perbankan


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aturan baru terkait hapus kredit macet UMKM kini tengah dinantikan oleh perbankan, terutama bank pelat merah. Sebab, aturan pasti terkait hapus buku dirasa memang dibutuhkan agar tak dinilai sebagai kerugian negara.

Adapun, aturan baru tersebut akan menjadi turunan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) khususnya pada Pasal 250 dan 251 yang memuat ketentuan mengenai penghapusbukuan dan penghapus tagihan piutang macet UMKM pada bank dan lembaga keuangan nonbank (LKNB).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang aturan mengenai rencana penghapusbukuan atau penghapus tagihan kredit macet UMKM di perbankan telah dibahas bersama Presiden RI Joko Widodo awal pekan lalu.

“Aturan dari PP 130 Tahun 2000, penghapusan itu tidak lebih dari Rp350 juta, karena tentu sekarang kita lihat KUR itu kan udah 500 juta, jadi yang kita minta plafon dinaikkan ke plafonnya KUR,” ujarnya.

Terkait penyesuaian ketentuan plafon kredit untuk penghapusbukuan kredit macet tersebut, Airlangga mengatakan pemerintah akan segera membuat kriteria yang dituangkan dalam aturan turunan dari UU P2SK. Ia bilang itu akan dibahas setidaknya hingga dua minggu ke depan.

Baca Juga: Laju Pertumbuhan Penyaluran Kredit Perbankan Diprediksi Melambat Pada Juni 2023

Dengan adanya rencana tersebut, Direktur Utama BRI Sunarso bilang pihaknya mendorong kebijakan tersebut mengingat nasabah-nasabah UMKM itu ada jutaan yang masih tercatat sebagai penunggak kredit dari sisa-sisa program zaman dulu.

“Dan itu kalau masih di-treat sebagai aset negara maka bank tidak punya keleluasaan untuk memberikan kredit,” ujar Sunarso.

Meskipun diizinkan hapus buku, Sunarso menyadari itu hanya boleh dilakukan dengan beberapa ketentuan. Misalnya, telah dilakukan upaya restrukturisasi dan melakukan upaya penagihan secara optimal, tetapi tidak berhasil.

Lebih lanjut, ??ia melihat kebijakan itu nantinya bisa membantu segmen UMKM lebih berani mengakses pendanaan. Hal itu akan mendorong pertumbuhan kredit yang diproyeksikan pemerintah untuk dapat mendorong roda perekonomian di tataran pelaku ekonomi akar rumput.

Sebagai informasi, hingga kuartal I/2023, BRI mencatat pertumbuhan kredit di sektor UMKM sebesar 9,6% year on year (YoY) dengan nominal mencapai Rp 989,6 triliun.  Di periode yang sama, NPL tertinggi berasal dari segmen usaha kecil di level 4,30% dari periode sama tahun lalu 4,05%.

Meskipun demikian, segmen usaha mikro juga mengalami kenaikan NPL dari 1,77% menjadi 2,24%. Hanya usaha menengah yang mengalami penurunan NPL dari 3,95% menjadi 2,06%.

 

Sementara itu, Direktur Risk Management Bank BTN Setiyo Wibowo mengungkapkan bahwa bank-bank pelat merah mengalami kesulitan dengan adanya kredit macet di segmen UMKM ini. Sehingga, menurutnya itu menjadi rencana yang bagus untuk bisa memberikan hapus buku kredit UMKM yang sudah macet.

“Selama ini kan susah ya buat bank BUMN,” ujarnya.

Ia menambahkan ada beberapa poin yang sekira diusulkan dalam kebijakan tersebut, salah satunya bisa menghapus tagih, sehingga bisa memberi diskon atau haircut pada pokok kredit.

Tak hanya itu, ia juga usul kebijakan hapus buku kredit macet ini juga bisa diterapkan yang sama pada kredit KPR dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Hanya saja, ia tak mau menjelaskan kredit KPR semacam apa yang ingin disamakan.

“Udah cukup itu dulu,” ujarnya.

Baca Juga: Eksportir Wajib Simpan DHE SDA di Domestik, Likuiditas Valas Perbankan Bisa Meningkat

Meski dibutuhkan, Setiyo bilang sejatinya saat ini jumlahnya kredit macet UMKM yang dimiliki BTN tergolong kecil. Ia menyebut nilainya mencapai Rp 500 miliar atau setara dengan 15% dari total kredit UMKM.

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut memang dibutuhkan dengan catatan tujuannya agar UMKM bisa bangkit lagi di kondisi sekarang.

Dalam hal ini, ia menyoroti bahwa yang dilakukan adalah hapus buku di mana bisa memperbaiki track record dari UMKM dan bukan berarti hapus tagih. Sehingga, bank bisa menyalurkan kembali kredit ke sektor tersebut.

“Bisa aja tunggakannya dihapus atau direschedulenya dengan ditambahkan berbagai macam fasilitas yang bisa membuat UMKM itu bisa bergerak dan dengan itu dia bisa kembali memiliki kemampuan untuk membayar cicilannya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×