Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menekankan perlunya segera melaksanakan amanat UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Salah satunya mengenai menghapus tagih kredit macet bagi UMKM.
Tujuannya, agar UMKM dapat segera bangkit dari dampak pandemi dan mencapai porsi kredit perbankan sebesar 30% bagi UMKM di tahun 2024.
Menanggapi hal ini, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyatakan bahwa bagi UMKM telah terlanjur menunggak tinggal dilakukan penghapus bukuan.
“Selain itu juga tidak memasukkan mereka ke dalam daftar hitam supaya sesuai dengan tujuannya untuk kembali mendapatkan pinjaman,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (30/3).
Baca Juga: Bank QNB Menggandeng Allianz Life Luncurkan Dua Produk Asuransi
Amin menjelaskan bahwa penghapusan kredit macet UMKM ini tidak akan berdampak signifikan ke Himpunan Bank Negara (Himbara). Apalagi, kata dia, kepada bank-bank yang kondisinya cukup kuat saat ini.
“Jadi menurutnya saya tidak akan menjadi masalah, saya sependapat dengan rencana ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Amin menambahkan bahwa UMKM yang berhak mendapatkan penghapusan ini tentu saja mereka yang masih punya potensi untuk berkembang.
“Mereka yang mempekerjakan mitra kerja, membuka banyak peluang kerja usaha untuk masyarakat itu jadi prioritas, supaya rencana untuk mencapai porsi 30% di 2024 bisa terpenuhi,” terangnya.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, Budi Frensidy mencoba mengkritisi rencana itu. Menurutnya, jika porsi kredit UMKM bank tampak kecil maka kemungkinan hapus tagih itu tidak berdampak signifikan terhadap laba.
“Namun, jika cukup besar ini akan menimbulkan sentimen negatif untuk saham-saham perbankan di bursa,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (30/3).
Baca Juga: Penuhi Kebutuhan Uang Tunai Jelang Idul Fitri, Bank Mandiri Siapkan Rp 49,6 Triliun
Menurut dia, UMKM yang berhak mendapatkan penghapusan ini memiliki porsi pinjaman maksimal Rp 50 juta.
“Pengusaha-pengusaha mikro yang meminjam hanya jutaan hingga belasan juta rupiah atau maksimal Rp 50 juta, saya pikir bisa diberikan penghapusan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News