Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Menyusul krisis finansial berkepanjangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, perbankan Indonesia mulai mengerem kuat-kuat penyaluran kredit valuta asing (valas). Buktinya, pada Desember 2008 penyaluran kredit valas anjlok Rp 35,8 triliun hanya dalam sebulan.
Data Bank Indonesia (BI) memperlihatkan, kredit valas yang dikucurkan bank umum mencapai puncaknya pada November 2008, yakni sebesar Rp 289,2 triliun. Tapi hingga akhir Desember 2008, nilainya tinggal Rp 253,4 triliun alias terpangkas 12,4%.
Menurut para bankir, kredit valas menciut karena pasokan dolar AS semakin langka. Maklum, semenjak krisis ekonomi meledak di AS, banyak investor menarik dananya dari negara-negara berkembang. Akibatnya, terjadilah arus mudik dolar AS secara besar-besaran. "Likuiditas valas menjelang akhir 2008 sangat seret. Itu sangat mempengaruhi besaran kredit yang diberikan bank dalam bentuk valas," kata Bien Soebiantoro, Direktur Internasional dan Treasuri Bank BNI.
Kini pun likuiditas valas masih ketat. Bahkan, Gubernur BI Boediono meramalkan, likuiditas valas masih akan ketat hingga enam bulan ke depan. Dalam kondisi ini, tak heran bank-bank pun masih malas-malasan mengucurkan kredit valas. "Situasi nilai tukar masih gonjang-ganjing," kata Jahja Setiatmadja, Wakil Direktur Utama BCA.
Direktur Konsumer dan Ritel Bank Mega Kostaman Thayib menambahkan, selain likuiditas yang seret, selisih bunga kredit valas dengan rupiah yang lebar pun mempengaruhi hasrat bank untuk menyalurkan kredit valas.
Tahun ini BCA akan mengerem penyaluran kredit berbentuk valas. "Kami tidak akan menambah porsi kredit valas," Jahja menegaskan.
Hingga akhir 2008, porsi kredit valas BCA mencapai 12,5% atau Rp 14 triliun dari total kredit yang sebesar Rp 112 triliun. Tahun ini BCA menargetkan kredit baru sebesar Rp 20 triliun.
BRI juga ingin mempertahankan komposisi kredit valasnya di bawah 5% dari total kredit. "Kami belum berencana mengubah persentase kredit valas di 2009," ujar Abdul Salam, Direktur Keuangan BRI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News