Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kalangan bankir pesimistis pertumbuhan kredit konsumsi bakal menunjukkan perbaikan. Bahkan, perbankan di Indonesia hanya mematok angka pertumbuhan kredit satu digit (single digit) pada tahun 2015 mendatang.
Hal tersebut ditetapkan dengan sejumlah pertimbangan, seperti perlambatan pertumbuhan ekonomi, pengetatan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB), serta pembatasan jumlah kartu kredit.
Henry Koenaifi, Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA), memperkirakan pertumbuhan kredit konsumsi tahun depan akan berkisar 8%–10%. Pada tahun ini saja, Henry mengaku pertumbuhan kredit KPR dan KKB sangat kecil.
"Kami tertolong oleh pertumbuhan kartu kredit. Tapi, porsinya masih lebih kecil dibandingkan dengan KPR dan KKB," kata Henry, pekan lalu (15/10).
Per September 2014, kredit konsumsi BCA hanya naik sekitar 15% hingga 20%, atau menjadi Rp 97,84 triliun–Rp 102,09 triliun. Angka ini hanya setengah dibandingkan pertumbuhan per September 2013 yang mencapai 30,1% menjadi Rp 85,08 triliun.
Henry menambahkan, penyaluran kredit baru dan penerimaan cicilan cenderung tetap setiap bulan, yakni masing-masing berkisar Rp 1 triliun per bulan.
Sementara itu, Darmadi Sutanto, Direktur Konsumer dan Ritel Bank Negara Indonesia (BNI), memproyeksikan, kredit konsumsi BNI tahun 2015 tumbuh 15%.
Sekadar catatan, per September 2014, kredit konsumsi BNI hanya naik 12% menjadi Rp 53 triliun dari Rp 47,25 triliun per September 2013. Pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 12% itu, lanjut Darmadi, ditopang oleh pertumbuhan kredit tanpa agunan (KTA) dan kartu kredit yang masih berkembang di atas 10%.
Data survei perbankan oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan, perlambatan kredit konsumsi terutama melanda kredit rumah, apartemen, dan kartu kredit. Sedangkan pertumbuhan KTA semakin kuat, yang tecermin dari pertumbuhan selama kuartal III–2014 yang lebih tinggi dibanding dengan kuartal II–2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News