Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank pelaksana dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) menghadapi pandemi dibayang-bayangi risiko yang besar. Bank pelaksana bisa ditetapkan jadi bank gagal jika melakukan gagal bayar pinjaman likuiditas dari bank jangkar alias bank perantara
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso bilang guna mengurangi risiko, penempatan dana pemerintah di bank jangkar akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Baca Juga: Skema bank jangkar dibayangi risiko besar
“Yang diberi jaminan adalah bank peserta jika bank pelaksana gagal mengembalikan pinjaman likuiditasnya,” kata Wimboh kepada Kontan.co.id, Jumat (15/5).
Secara umum, skema bank jangkar dijelaskan Wimboh sebagai berikut. Pemerintah akan menempatkan dana di bank jangkar yang direncanakan mencapai Rp 35 triliun. Bank pelaksana nanti akan mengajukan pinjaman likuiditas kepada bank jangkar yang akan meneruskan permohonan ke pemerintah.
Pinjaman likuiditas dari bank jangkar akan dijamin oleh portofolio kredit bank pelaksana yang direstrukturisasi akibat pandemi. Nah, jika bank pelaksana mengalami gagal bayar, LPS yang akan melakukan penjaminan terhadap dana yang pemerintah di bank jangkar.
Baca Juga: Bank jangkar bisa dapat tambahan pendapatan
Wimboh klaim dengan skema ini bank jangkar bebas risko. Nyatanya tak demikian, jika terjadi gagal bayar, bank jangkar tetap harus membayar bunga simpanan pemerintah, sementara potensi pendapatan dari jasa perantara likuiditas ke bank pelaksana lenyap.