Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbankan terus memupuk pencadangan untuk mengantisipasi resiko kredit di tengah tekanan pandemi Covid-19. Meski begitu, permodalan perbankan masih berada di level yang memadai yang ditandai dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) 24,33% per Juni 2021 menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sebagian besar bank-bank beraset jumbo masih mencetak peningkatan CAR. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya mencatat CAR di level 18,2% per Juni 2021, naik dari 16,7% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Padahal pencadangan yang dialokasikan untuk mengantisipasi resiko Non Performing Loan (NPL) mencapai 215,3% pada paruh pertama tahun ini, naik dari 214,1%.
Novita Widya Anggraini Direktur Keuangan BNI menjelaskan, posisi CAR perseroan masih lebih tinggi dibanding ketentuan regulator walau pencadangan tinggi karena diimbangi dengan peningkatan laba sebelum biaya pencadangan (PPOP) yang cukup baik yakni 23,3% secara tahunan (year on year/YoY).
"High record PPOP ini didukung oleh pertumbuhan kredit yang di atas rata-rata industri dan menurunnya biaya dana karena likuiditas dana murah yang sangat baik. Hal inilah yang menyebabkan CAR kami tidak terdelusi akibat rasio pencadangan yang kami buku 215.3% atau equivalen Rp 98 triliun," imbuh Novita pada KONTAN, Minggu (22/8).
Baca Juga: BNI dukung petani porang dengan menyalurkan KUR
Selain itu, kenaikan CAR ini juga didorong oleh aksi korporasi yang dilakukan BNI pada Februari 2021 lalu dengan menerbitkan subdebt sebesar US$ 500 juta. Sampai akhir tahun, bank pelat merah ini memproyeksi CAR akan berada di kisaran 19%-19,5%.
Novita bilang, BNI saat ini juga terus melakukan eksplorasi langkah-langkah untuk penguatan permodalan seperti penerbitan global bond. Namun, tanpa penerbitan surat utang itu pun, dia yakin CAR masih akan bisa naik lagi karena profitabilitas perseroan yang terjaga. Sedangkan pencadangan pada semester II ini diperkirakan akan lebih stabil dari paruh pertama seiring membaiknya kualitas aset.
BNI memandang kualitas aset akan terus membaik ke depan. Itu tercermin dari NPL dan Loan at Risk per Juni terus membaik dibandingkan akhir tahun 2020. NPL tercatat di level 3,9% atau turun dari 4,3% pada Desember tahun lalu. Perseroan menyakini ekonomi akan mengalami perbaikan pada tahun 2022. Saat itu tiba, BNI sudah memiliki pencadangan yang cukup.
Adapun PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) mengalami penurunan CAR dari 19,1% pada Juni 2020 menjadi 17,8% per Juni 2021 seiring peningkatan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dari 107,9% menjadi 120,7%.
Baca Juga: POJK soal produk bank akan percepat transformasi digital perbankan
Haru Koesmahargyo Direktur Utama BTN mengatakan, coverage ratio secara bertahap akan terus diperkuat untuk mengantisipasi risiko kredit dampak pandemi ke sekitar 125% hingga akhir tahun ini. Sedangkan CAR diproyeksi sekitar 17,5%-18% karena akan digunakan untuk mendukung ekspansi bisnis kredit yang ditargetkan tumbuh 7%.
Kualitas aset BTN semakin membaik dimana NPL gross per Juni 2021 sudah turun ke 4,1% dari 4,7% pada periode yang sama tahun lalu. Perbaikan tersebut terjadi di semua segmen kredit.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyebutkan CAR bank-bank beraset besar terlihat cukup bervariasi. Bank yang mengalami penurunan CAR adalah bank BUMN, sementara bank swasta masih meningkat.
Menurutnya, penurunan CAR itu terkait dengan program restrukturisasi kredit dan peningkatan pencadangan terutama untuk bank pelat merah yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah dalam melaksanakan program stimulus pemerintah melalui lembaga keuangan.
Dia memandang prospek CAR ke depan masih akan terlihat bervariasi karena adanya kondisi PPKM dan pemulihan ekonomi masih membutuhkan waktu. Sehingga posisi CAR bank saat ini masih akan cukup aman dalam mendanai penyaluran kredit dalam skala tertentu.
"Bila program vaksinasi berjalan baik dan diikuti dengan pelonggaran kegiatan maka pemulihan ekonomi dan kinerja bank juga akan cepat mengikuti ke depan," pungkas Trioksa.
Selanjutnya: Begini strategi dana pensiun untuk penuhi likuiditas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News