Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - Bank Indonesia (BI) optimis perekonomian mampu tumbuh meski ekonomi global melambat karena berbagai ketidakpastian. Pada tahun 2024, bauran kebijakan Bank Indonesia akan terus diarahkan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dalam sinergi erat dengan kebijakan ekonomi nasional, terutama memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari dampak gejolak global.
Hal tersebut dikemukakan langsung oleh Gubernur BI Perry Warjiyo saat Pertemuan Tahunan BI (PTBI) 2023 yang dihadiri juga oleh Presiden Joko Widodo di Grha Bhasvara Icchana, Kompleks Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta pada Rabu (29/11).
Dengan kondisi tersebut, Perry mengungkapkan ekonomi Indonesia dapat menunjukkan prospek yang baik mencapai angka 4,7-5,5% pada 2024 dan akan meningkat 4,8-5,6% pada 2025. Dengan prospek tersebut, inflasi diperkirakan tetap terkendali 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Perry menjelaskan arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2024 mencakup kebijakan moneter yang difokuskan pada stabilitas (“pro-stability") khususnya pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Sementara empat kebijakan Bank Indonesia lainnya yaitu kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, kebijakan pendalaman pasar uang dan pasar valas, dan kebijakan ekonomi keuangan inklusif dan hijau terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (“pro-growth")..
“Untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran, suku bunga BI rate akan kami pertahankan. (Kami juga akan) respons lebih lanjut sesuai dinamika ekonomi global dan domestik,” tuturnya.
Kebijakan moneter “pro-stability"
Perry memaparkan, arah kebijakan moneter Bank Indonesia pada tahun 2024 tetap difokuskan pada tercapainya sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah agar gejolak global tidak mengganggu stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. "Tahun 2024 BI fokus menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah," papar Perry.
BI akan menerapkan kebijakan moneter “pro-stability" dengan kebijakan suku bunga secara forward-looking dan pre-emptive. Menurut Perry, hal ini diperlukan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Selain itu, strategi operasi moneter “pro-market” dilakukan untuk semakin memperkuat efektivitas transmisi kebijakan Bank Indonesia ke pasar keuangan dan perekonomian, termasuk daya tarik masuknya aliran portofolio asing.
Selain itu, BI akan akan melanjutkan kebijakan makroprudensial longgar pada tahun 2024 untuk mendukung sektor riil, dengan memberi insentif likuiditas makroprudensial untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas dan menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK).
Perry mengungkapkan, pelonggaran kebijakan makroprudensial akan ditempuh dengan tiga instrumen pokok yaitu, peningkatan efektivitas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan pelonggaran seluruh instrumen kebijakan makroprudensial lainnya, pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan penguatan surveilans SSK.
“Seluruh insentif likuiditas Rp159 triliun dengan tambahan sekitar Rp20 triliun dapat dimanfaatkan oleh perbankan,” ujarnya.
Mulai Desember 2023, BI menurunkan rasio PLM mulai Desember 2023 yang mampu menambah fleksibilitas likuiditas sebesar Rp81 triliun. Dengan penurunan rasio tersebut, Perry berharap bisa mendukung penyaluran kredit perbankan, dan turut memperkuat ketahanan stabilitas sistem keuangan, termasuk dalam memitigasi risiko dari rambatan gejolak global.
BI juga turut menguatkan kebijakan sistem pembayaran guna mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital nasional. Perry mengungkapkan, hal itu sejalan dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 dalam mengikuti struktur industri yang sehat dan efisien, serta infrastruktur aman dan handal.
Dalam blueprint tersebut, terdapat lima program. Pertama, pengembangan sistem pembayaran ritel BI-FAST yang interkoneksi, interoperabilitas, dan integrasi dengan Gerbang Pembayaran Nasional. Kedua, pengembangan sistem pembayaran nilai besar BI-RTGS Generasi ke-3 yang modern, multi-currency dan standar internasional interkoneksi dengan modernisasi sistem operasi moneter Bank Indonesia.
Ketiga, lanjut Perry, pengembangan pusat data transaksi pembayaran. Untuk inovasi pembayaran dengan artificial intelligence. Juga kebijakan Bank Indonesia, pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Keempat, pengembangan Digital Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran digital yang sah di Indonesia. Penerbitan proof of concept Digital Rupiah tahap pertama, termasuk “Khasanah Digital Rupiah”.
Kelima, perluasan kerjasama QRIS dan BI-FAST dalam ASEAN. Juga ke India, Jepang, dan Tiongkok. Integrasi dengan Local Currency Transaction. Selanjutnya BI akan mendorong Elektronifikasi transaksi keuangan Pemerintah Daerah. Bansos dan Kartu Kredit Indonesia Segmen Pemerintah.
Kebijakan Pasar Uang dan Kebijakan Ekonomi Inklusif
Kebijakan lain BI adalah pendalaman pasar uang. Perry mengatakan, pendalaman pasar uang terus diarahkan untuk terwujudnya pasar uang yang modern dan berstandar internasional. Tidak hanya itu, pendalaman pasar uang dianggap mampu mendukung pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dalam meningkatkan ekonomi nasional, BI terus memperkuat sinergi dalam mendorong akselerasi pengembangan ekonomi keuangan inklusif dan hijau. Sinergi tersebut dilakukan dengan cara pengembangan UMKM untuk memperkuat ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional.
Penguatan UMKM, sambung Perry, dapat meningkatkan produktivitas UMKM, khususnya melalui pengembangan UMKM pangan yang sejalan dengan GNPIP. Selain itu, BI ikut mendorong transformasi UMKM naik kelas melalui pengembangan UMKM ekspor dan UMKM hijau serta penguatan dan perluasan program digitalisasi UMKM agar mampu mengembangkan ekonomi digital yang kreatif.
Bauran kebijakan Bank Indonesia tersebut diperkuat dengan sinergi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Sinergi kebijakan Bank Indonesia juga diperkuat dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah, serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD). Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha juga akan terus diperkuat. Dengan demikian, sinergi yang erat antara kebijakan makroekonomi akan mampu memperkuat dan mendorong lebih lanjut kebangkitan ekonomi nasional menuju Indonesia Maju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News