Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga tinggi kerap kali disebut menjadi biang kerok tertekannya kinerja industri perbankan akhir-akhir ini. Meski demikian, tekanan tersebut rasa-rasanya tak terjadi di bank-bank digital yang justru mampu mencatatkan pendapatan bunga bersih yang cukup signifikan.
Seperti diketahui, bank digital saat ini terkenal sering menawarkan bunga simpanan tinggi yang membuat beban bunga membesar. Hanya saja, mereka bisa meningkatkan pendapatan bunga melalui bunga kredit yang tinggi pula.
Ambil contoh, ada PT Bank Digital BCA yang mampu mencatatkan pendapatan bunga bersih tumbuh hingga 82,64% YoY menjadi Rp 526 miliar per Juli 2024. Di mana, pendapatan bunga BCA Digital ini tumbuh 63,12% YoY dan beban bunga tumbuh 26,8% YoY.
Hal tersebut berbeda dengan induk usahanya, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang hanya mencatatkan kenaikan pendapatan bunga bersih sekitar 8,59% YoY menjadi Rp 43,95 triliun pada periode yang sama. Ini meliputi pendapatan bunga yang tumbuh 8,15% YoY dan beban bunga yang tumbuh 5,35% YoY.
Baca Juga: Sejumlah Bank Digital Tawarkan Bunga Deposito Tinggi, Ini Kata OJK
Contoh lainnya, PT Bank Raya Indonesia Tbk yang mampu mencatatkan pendapatan bunga bersih tumbuh hingga 16,67% YoY per Juli 2024. Pada periode yang sama, induknya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) hanya mampu tumbuh 3,57% YoY.
Tak hanya terjadi pada bank digital yang dimiliki oleh bank besar, PT Allo Bank Indonesia Tbk yang dimiliki oleh konglomerasi besar CT Group pun juga mampu mencatatkan pendapatan bunga bersih tumbuh. Per Juli 2024, pendapatan bunga bersih Allo Bank tumbuh 7,6% YoY menjadi Rp 623 miliar.
Direktur Keuangan Bank Raya Rustati Suri Pertiwi bilang pertumbuhan positif dari pendapatan bunga bersih didukung oleh implementasi konsisten akan strategi transformasi Bank Raya menjadi Bank Digital.
Dengan menjadi bank digital maka karakteristik produk perbankan yang ditawarkan juga berbeda. Misalnya, produk kredit yang saat ini ditawarkan lebih mengarah ke nasabah ritel di segmen mikro dan kecil dengan nominal kredit yang cenderung kecil dan tenor yang singkat.
“Sehingga perputaran kredit menjadi sangat cepat,” ujarnya, Sabtu (14/9).
Baca Juga: PPATK: Pemain Judi Online Gunakan Fintech Lending untuk Pinjam Uang
Hal ini terlihat dari nominal penyaluran kredit yang mencapai Rp8,1 triliun atau meningkat 60.3% yoy, sehingga outstanding kredit digital Bank Raya juga meningkat 81% yoy menjadi Rp1,46 Triliun.
Di sisi lain, Tiwi melihat bahwa suku bunga kredit yang ditawarkan Bank Raya masih kompetitif dan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan nasabah. Mengingat secara berkala, Bank Raya melakukan review dan benchmarking dengan peers.
“Kami optimistis dengan produk digital Bank Raya yang semakin lengkap dan berkualitas, pertumbuhan produk digital lending dan digital saving akan tumbuh sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.
Baca Juga: Mengawal Kiamat ATM Bank
Sementara itu, Presiden Direktur Allo Bank Indra Utoyo mengungkapkan terkait pendapatan bunga bersih, Allo Bank selama ini menggunakan risk based pricing. Artinya, calon debitur yang high-risk mendapatkan suku bunga yang tinggi, dan sebaliknya calon debitur dengan credit scoring yang baik mendapatkan suku bunga yang lebih atraktif sesuai profil risikonya.
Sebagai bank umum berbasis digital, sistem pengambilan keputusan kredit di Allo Bank dikelola dengan sangat cepat dan terotomasi dengan bantuan decision engine dengan mempertimbangkan banyak data termasuk credit history dan non-tradisional data lainnya seperti perilaku calon debitur.
“Umumnya pinjaman dengan platform digital memiliki pagu yang lebih kecil namun dengan jumlah aplikasi pinjaman yang lebih banyak,” ujar Indra, Jumat (13/9).
Namun demikian, Indra berpandangan tingkat suku bunga bukan satu-satunya faktor penentu seseorang dalam mengajukan aplikasi kredit. Banyak juga hal lainnya yang menjadi pertimbangan debitur seperti kemudahan proses, limit kredit, pilihan tenor dan fleksibilitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News