kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Perusahaan Pembiayaan Sebut POJK 22/2023 Berikan Kerikil Tajam Bagi PUJK


Selasa, 30 Januari 2024 / 20:05 WIB
Perusahaan Pembiayaan Sebut POJK 22/2023 Berikan Kerikil Tajam Bagi PUJK
ILUSTRASI. POJK tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan dianggap jadi kerikil tajam bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/31/01/2023.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan dianggap menjadi kerikil tajam bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) salah satunya industri multifinance (leasing).

Direktur Corporate Risk, Legal and Compliance PT BCA Finance, Handoyo Lim membeberkan beberapa poin yang dianggap perlu ada kejelasan lebih lanjut dari POJK 22/2023.

“OJK memberikan aturan untuk debitur yang baik, tapi yang dirasakan oleh teman-teman PUJK, OJK menaruh kerikil tajam di kaki pelaku usaha,” ujarnya dalam Seminar Tantangan Pembiayaan Tahun 2024, di Jakarta, Selasa (30/1).

Baca Juga: APPI Minta Adanya Aturan Turunan dari POJK 22/2023, Begini Respons OJK

Handoyo mengatakan, diperlukan kejelasan lebih lanjut terkait baleid tersebut yang menyatakan konsumen terbukti wanprestasi. Sebab, kata dia, undang-undang hukum perdata mengatur bahwa perjanjian secara materi harus dituangkan termasuk syarat-syarat dan ketentuan tentang wanprestasi dan sanksinya.

Menurutnya, keputusan Mahkamah Konstitusi putusan 18 menimbulkan multitafsir. Dia bilang, OJK menafsirkan bahwa itu harus dijelaskan atau ditulis dalam perjanjian.

“Tapi fakta di lapangan orang tidak membaca itu, kalau mau tarik (unit) sepakati dulu. Oleh karena itu peraturan itu membutuhkan penjelasan supaya tidak menjadi kerikil tajam bagi kami,” katanya.

Handoyo mengungkapkan, OJK tidak dalam rangka menafsirkan undang-undang atau tidak mengubah atau memberikan perspektif lain terhadap UU. Tapi faktanya, lanjut dia, ini telah menimbulkan berbagai hambatan.

“Apabila diminta kesepakatan tertulis karena adanya peristiwa lain selain yang telah ditetapkan di dalam perjanjian tolong diberi penjelasan di pasal 64 (POJK 22/2023), bahwa apa yang dimaksud? karena itu semua penjelasannya sudah jelas tetapi faktanya tidak jelas dan semakin membuat tidak jelas,” ungkapnya.

Handoyo menambahkan, ketika perusahaan leasing melakukan penarikan unit di jelaskan dalam UU Fidusia bahwa apabila debitur wanprestasi maka debitur wajib menyerahkan jaminannya untuk dilaksanakan eksekusi dalam tiga hal.

“Pertama, berdasarkan kekuatan eksekutoria, kedua pelelangan di hadapan umum, ketiga dijual di bawah tangan dengan kesepakatan dengan debitur, kemudian kalau hasilnya lebih dikembalikan kalau kurang tetap utang, jelas tidak jelas,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyampaikan pihaknya bakal mengusulkan beberapa hal kepada OJK dan berhadap adanya Surat Ederan OJK (SEOJK) terkait POJK 22/2023.

“Kami minta ketegasan, POJK 22/2023 ini sebenarnya sudah jelas tapi yang kami khawatirkan dari media dari kalangan masyarakat cara membacanya salah,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Selasa (30/1).

Baca Juga: Perbankan Tetap Aktif Menyalurkan Kredit Melalui Perusahaan Fintech

Suwandi menjelaskan, di pasal 6 POJK 22/2023 Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) berhak mendapatkan pelindungan hukum bagi konsumen yang beritikad tidak baik, seperti memberikan data palsu dan yang tidak membayar tepat waktu.

Menurutnya, pasal tersebut perlu digabungkan dengan pasal 62 dan pasal 64 yang masing-masing menjelaskan bahwa PUJK wajib memastikan penagihan kredit atau pembiayaan konsumen dilaksanakan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan ketentuan perundang-undangan.

Lalu pasal 64 menyebut, pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib memenuhi ketentuan, konsumen terbukti wanprestasi, konsumen sudah diberikan surat peringatan dan PUJK memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan dan/atau sertifikat hipotek.

“Tapi tidak dihubungkan kan pasal itu harusnya dihubungkan, maka sebenarnya kita ingin menjelaskan ke OJK apa sih makna dari pelarangan itu dan makna apa yang harus dilakukan itu,” jelasnya.

Suwandi mengungkapkan, regulator bilang kalau POJK ini dibuat bagi debitur yang beritikad baik dan PUJK tidak boleh bertindak sembarangan. Namun, lanjut dia, OJK tak mentolerir debitur yang tak beritikad baik.

“Harapan kami ya (ada) SE (Surat Edaran OJK), kami bisa mengusulkan nanti OJK yang memutuskan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×