Reporter: Ahmad Ghifari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polres Metro Jakarta Utara dengan dibantu dengan Polresta Barelang telah berhasil menangkap tersangka DPO yaitu Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama PT Barracuda Fintech Indonesia di daerah Batam tepatnya di Batam Centre, pelabuhan yang digunakan untuk menyebrang ke Singapura.
Tersangka yang ditangkap berinisial TD warga negara China berjenis kelamin laki-laki yang berperan sebagai Wakil Direktur Utama PT Barracuda Fintech Indonesia, kemudian tersangka OL warga negara China berjenis kelamin perempuan sebagai Direktur Utama PT Barracuda Fintech Indonesia.
Baca Juga: Polisi: Vega Data dan Barracuda Fintech sudah pinjamkan Rp 82 M ke ribuan nasabah
Dalam hal ini, Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan Polres Metro Jakarta Utara telah mendapatkan data nasabah PT Barracuda maupun PT Vega Data, sebanyak 500 ribu nasabah yang terafiliasi dengan beberapa aplikasi yang beberapa sudah dilakukan penutupan.
Adapun aplikasi saat dilakukan penggerebekan yang masih aktif, telah dilakukan penyedotan data dari Kascash dan Tokotunai. Dimana dari Tokotunai jumlah pinjaman yang disalurkan mencapai Rp 70 miliar. Adapun return atau pengembalian yang diterima sudah mencapai Rp 78 miliar.
Sedangkan untuk uang administrasi yang telah mereka potong kepada para nasabah di awal saat melakukan pinjaman itu kurang lebih mencapai Rp 25 miliar untuk satu aplikasi.
"Jadi untuk aplikasi Tokotunai ada Rp 20 miliar, Rp 25 miliar, dan Rp 8 miliar, Rp 33 miliar. Sedangkan untuk aplikasi Kascash mereka telah mendapatkan pengembalian Rp 13 miliar, artinya telah ada keuntungan juga Rp 1 miliar ditambah administrasi yang mereka potong mencapai Rp 5 miliar," kata Budhi dalam press conference di Polres Metro Jakarta Utara, Jumat (27/12).
Baca Juga: Tolaram Group tetap jadi PSP Amar Bank
Lanjut Budhi, nasabah yang menjadi korban dari fintech ilegal ini merupakan masyarakat kelas bawah yang membutuhkan pendanaan. Dimana pinjaman ini hanya dibatasi minimal Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta. Namun karena jumlahnya cukup besar, maka ini menjadi perhatian serius baik dari kepolisian, Otoritas jasa Keuangan (OJK), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI).
"Kami juga telah berkoordinasi, nantinya kita akan mengejar sumber pendanaan fintech ilegal ini yang dananya disalurkan kepada nasabah. Tak hanya itu, kemana muara ataupun aliran dana dari anggaran dana itu yang sudah mereka kumpulkan dan tentunya ini kalo memang ada tindakan pencucian uang nanti akan kita kejar juga dengan pasal tindak pencucian uang," jelas Budhi.