Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 harus berupaya lebih keras lagi mencari sumber pendanaan guna memenuhi klaim. Berpacu dengan waktu, manajemen dan badan perwakilan anggota (BPA) harus mampu menyiapkan likuiditas seiring klaim yang menggunung.
Berdasarkan sumber Kontan.co.id, potensi klaim Bumiputera mencapai Rp 9,6 triliun. Rinciannya klaim pemegang polis yang jatuh tempo sepanjang 2020 ini diperkirakan senilai Rp 5,4 triliun. Selain itu, outstanding klaim hingga saat ini mencapai Rp 4,2 triliun dari 265.000 pemegang polis.
Baca Juga: Setelah 108 tahun, inilah aturan main asuransi mutual AJB Bumiputera 1912
Kontan.co.id berusaha menghubungi manajemen guna mengonfirmasi data tersebut. Direktur Utama AJB Bumiputera 1912 Dirman Pardosi pun angkat bicara. “Potensi klaim memang sebesar itu,” ujar Dirman kepada Kontan.co.id pada Minggu sore (19/1).
Guna membayar klaim kepada kepada nasabah, Bumiputera mengoptimalisasikan aset yang dimiliki. Optimalisasi aset tersebut melalui penjualan aset properti sekaligus Kerja Sama Operasional (KSO).
Perusahaan asuransi ini membidik dana segar sebesar Rp 2 triliun dari rencana tersebut. Dirman menegaskan, optimalisasi dilakukan untuk seluruh aset properti baik di bidang properti maupun finansial.
Lanjut Ia, upaya optimalisasi aset merupakan bentuk fungsi serta upaya manajemen bukan hanya untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tetapi juga jangka panjang. Jadi bukan opsi semata untuk membayar klaim.
Baca Juga: Terpopuler: AJB Bumiputera akan jual aset, ini prospek saham yang dimiliki Jiwasraya
“Dana Rp 2 triliun itu tidak akan cukup untuk membayar klaim. Makanya kami menghimbau supaya nasabah bersabar dengan berbagai upaya lain yg akan dijalankan,” tambah Dirman.
Sayangnya, Dirman belum merinci lebih jauh upaya apa lagi yang akan diupayakan oleh manajemen. Yang terang, untuk optimalisasi aset, Bumiputera berencana jual putus Hotel Bumi di Surabaya serta tanah di TB Simatupang.
Sedangkan skema, lewat KSO berupa aset di Hotel Bumi Wiyata Depok, tanah di Warung Buncit, Wisma Bumiputera, tanah di Setia Budi, Menteng dan Kemayoran.
Menurut Dirman, rencana bisnis tersebut merupakan bagian dari proses manajemen perusahaan komersil. Dengan begitu, pihaknya tidak berkewajiban melaporkan kepada nasabah karena AJB Bumiputera berbentuk perusahaan mutual sehingga telah diwakilkan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA).
Baca Juga: Pasca reses, DPR bakal bentuk Panja Jiwasraya, Bank Muamalat, hingga AJB Bumiputera
“Dan seluruh program kerja kami sudah disetujui oleh BPA,” tambahnya.
Sumber Kontan.co.id menyatakan bahwa Bumiputera memang mengalami gangguan cashflow sehingga pembayaran klaim tertunda bukan gagal bayar. Hingga kuartal ketiga 2019, pembayaran klaim Bumiputera sekitar Rp 3,88 triliun. Adapun gangguan klaim ini pertama kali terjadi pada akhir 2017.
Hingga saat ini, Bumiputera memiliki 3,2 juta pemegang polis yang terdiri dari 2,2 juta pemegang polis asuransi individu. Sedangkan sekitar 1 juta orang lebih peserta asuransi group.
Ketika Kontan.co.id mengonfirmasi informasi ini, Dirman menjanjikan akan mencek data-data terlebih dahulu esok hari pada Senin (20/1).
Baca Juga: Ungkap kasus Jiwasraya, Kejagung panggil OJK
Terkait permasalahan likuiditas keuangan ini, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Riswinandi menyampaikan bahwa regulator masih menunggu proposal dari rapat umum anggota (RUA) Bumiputera.
“Kami masih menunggu final proposalnya. Karena beberapa kali mengajukan, kami melihat kesinambungan ke depan belum bisa dipahami dengan baik, diyakini dengan baik,” ujar Riswinandi pada Kamis (16/1).
Baca Juga: Perketat supervisi, OJK akan mereformasi aturan dan pengawasan industri asuransi
Ia menekankan sebagai perusahaan bersama, maka pemegang polis harus sadar juga berperan sebagai pemegang saham. Ia mengapresiasi manajemen sudah mengumumkan ihwal ini.
“Supaya kalau dilakukan upaya penyehatan, semuanya juga siap dengan konsekuensi apa yang akan dilakukan. Bagaimana pun juga yang harus menyelesaikan kan ya pengurusnya, pemegang sahamnya, yang sesuai dengan anggaran dasar. Yang namanya regulator ini (OJK), kan mengawasi sesuai dengan aturan, dengan implementasi yang ditetapkan,” pungkas Riswinandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News