Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di Indonesia, praktik perjudian online masih marak. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), transaksi judi internet di Indonesia akan mencapai 100 triliun rupiah pada kuartal I-2024, naik dari 327 triliun rupiah pada tahun 2023.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa, selain fintech peer-to-peer (P2P) lending dan dompet digital, pihaknya juga mengendus adanya aktivitas judi online melalui layanan Buy Now Pay Later (BNPL), juga dikenal sebagai paylater.
Ivan menyatakan bahwa PPATK menemukan bahwa chip judi dijual melalui platform e-commerce online.
"Selama di e-commerce terdapat penjualan chip judi online, maka penggunaan paylater sangat memungkinkan dilakukan oleh pemain judi online," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (25/6).
Hal senada diungkapkan oleh Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Dia mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan pemain judi online juga menggunakan layanan paylater untuk mencari sumber dana. Orang yang kecanduan bermain judi online pasti akan mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk paylater.
Baca Juga: Ini 5 Provinsi Dengan Nilai Transaksi Judi Online Terbesar, Jawa Barat Memimpin
Nailul menambahkan bahwa paylater bukan menjadi lalu lintas uang judi online. Biasanya, lalu lintas judi online melalui rekening dengan skema transfer ke rekening lain yang berstatus sebagai pengepul atau bandar.
"Paylater bukan seperti itu skemanya. Akan tetapi, ada kemungkinan pemain memanfaatkan paylater untuk diuangkan. Jadi, ada modal untuk bermain judi online atau bahasa lainnya gesek tunai," katanya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
Nailul menjelaskan bahwa platform paylater harus meningkatkan proses credit scoring untuk mengantisipasi adanya aktivitas dari pemain judi online. Dia juga mengatakan bahwa platform paylater harus memanfaatkan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) untuk melihat apakah seseorang adalah pemain judi online sebelum memberikan pembiayaan.
"Kalau scoring diperketat dan bisa mengidentifikasi, maka akan makin lebih bagus lagi," ujarnya.
Sementara itu, penyedia layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater, Kredivo, mengklaim telah menerapkan sistem keamanan yang ketat untuk mengantisipasi adanya transaksi mencurigakan, termasuk aktivitas judi online.
SVP Marketing and Communications Kredivo, Indina Andamari, menerangkan bahwa pihaknya mengumpulkan data dari calon debitur sebelum menyetujui cicilan.
"Kalau dari data history terlihat scoring-nya jelek, tentu kami tak akan menyetujui mereka sebagai nasabah," ujarnya.
Indina mengatakan bahwa pengguna Kredivo hanya bisa menggunakan satu akses dengan satu nomor handphone. Jika ada indikasi bahwa akun lain adalah orang yang sama, maka tidak akan diberikan persetujuan. Kredivo juga menerapkan bahwa satu akun hanya bisa diaktifkan di satu perangkat saja, seperti mobile banking.
"Itu juga sebagai pengetatan keamanan. Kami juga ada log out secara berkala, dan mereka harus login kembali," katanya.
Mengenai aktivitas judi online, PT Akulaku Finance Indonesia menyatakan tidak ada temuan terkait kegiatan tersebut pada layanan paylater. Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia, Efrinal Sinaga, mengatakan bahwa Akulaku Finance adalah perusahaan pembiayaan digital sehingga tidak bisa memberikan layanan cash loan.
"Otomatis, kami tidak ada eksposur terkait judi online," ungkapnya kepada Kontan.
Menurut Efrinal, jika seseorang ingin meminjam uang atau cash loan, kemungkinan besar mereka akan menggunakan fintech lending yang menyediakan layanan cash loan atau pinjaman online ilegal.
Baca Juga: Menkominfo: Aliran Dana dari Aktivitas Judi Online Mencapai Lebih dari 20 Negara
Sebagai informasi, Data PPATK mencatat bahwa jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan pihak pelapor kepada PPATK mencapai 7.973 laporan pada Mei 2024. Angka ini meningkat 22,2% dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi menurun 35% dibandingkan Mei 2023.
Jika menilik jumlah LTKM dari pihak pelapor per kelompok industri dalam satu bulan, dari total 7.973 laporan, perbankan menjadi penyumbang terbanyak dengan 5.875 LTKM, sementara industri non-bank hanya 2.087 LTKM pada Mei 2024.
Jika dibandingkan dengan jumlah pelaporan pada April 2024, angka LTKM non-bank meningkat 22,83% pada Mei 2024. Adapun perbankan juga naik 21,73% pada Mei 2024.
Dari total LTKM non-bank yang sebanyak 2.087 laporan pada Mei 2024, laporan dari penyelenggara perusahaan pembiayaan sebanyak 164 laporan. Adapun yang paling banyak berasal dari penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang dengan 542 laporan pada Mei 2024.
Berdasarkan data jumlah indikasi tindak pidana asal per bulan pada LTKM, tercatat ada 8.295 laporan pada Mei 2024. Perjudian menjadi penyumbang terbesar dengan 2.239 laporan pada Mei 2024. Angka ini meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebanyak 1.735 laporan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News