kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Private equity dari Asean ramai-ramai masuk Indonesia


Kamis, 16 Mei 2019 / 16:41 WIB
Private equity dari Asean ramai-ramai masuk Indonesia


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Private equity yang masuk di Indonesia semakin ramai. Perusahaan Siam Cement Group (SCG) asal Thailand dikabarkan bakal mengakuisisi perusahaan kertas dan karton kemasan, PT Fajar Wisesa Tbk (FASW, anggota indeks Kompas100 ini, ) di tahun ini.

SCG sendiri cukup lama getol melakukan aksi korporasi di Indonesia, dimana pada kuartal-III 2018 lalu baru saja menambah kepemilikan di PT Catur Sentosa Adiprana Tbk (CSAP). Sebelumnya pula SCG telah mencanangkan rencana investasi sebesar US$ 6 miliar di sektor petrokimia bekerjasama dengan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA, anggota indeks Kompas100).

Kiswoyo Adi Joe, Kepala Riset Narada Asset Management menilai, Indonesia menjadi pasar yang menarik lantaran kuatnya dorongan sektor konsumsi di dalam negeri ini. Berbeda dengan China misalnya, yang mengandalkan sektor infrastruktur saat pertama kali membangun, ditengah stagnansi tersebut mengakibatnya pertumbuhan negara tirai bambu tidak terlalu tinggi.

Berbeda dengan Indonesia, yang menurut Kiswoyo didorong oleh konsumsi masyarakat cenderung meningkat setiap tahunnya. "Makanya investor melihat pasar disini punya kesempatan untuk terus tumbuh," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/5).

Sisi positifnya, terkadang investasi asing yang masuk di Indonesia itu mampu merangsang keinginan investor dalam negeri untuk memasuki suatu sektor. Dorongan tersebut menurut Kiswoyo dipercaya bakal semakin meramaikan iklim investasi di Indonesia.

Di dalam negeri sendiri, perusahaan plat merah juga beramai-ramai melakukan konsolidasi. Bahkan pemerintah mendorong dibentuknya super holding, dengan mekanisme saling mengakuisisi satu dengan yang lainnya seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding farmasi yang baru-baru berproses dimana PT Kimia Farma Tbk (KAEF) telah membeli saham PT Phapros Tbk (PEHA).

Selain SCG, adapula Temasek Holdings yang baru-baru ini bersama United Overseas Bank (UOB) menyuntikkan modal US$ 200 juta ke Innoven Capital, perusahaan modal ventura yang beberapa waktu lalu membeli saham PT Bank Yudha Bhakti Tbk (BBYB).

Baik Temasek maupun UOB, masing-masing menyuntikkan modal sebesar US$ 100 juta bagi Innoven. Tambahan modal ini menurut manajemen Innoven Capital Singapura dan Asia Tenggara, memungkinkan Innoven dapat terus berkolaborasi dengan ventura capital, korporasi dan pengusaha besar di Asia.

Adapula korporasi asal Malaysia, Khazanah Nasional Bhd yang selama ini menjadikan Indonesia sebagai market penting. Portofolio produk Khazanah selain masuk melalui CIMB, XL Axiata, mereka juga mulai masuk melalui penempatan langsung di group Bluebird.

Total investasi Khazanah di Indonesia sekitar 5% dari total investasi di luar negeri. Posisi itu menempatkan Indonesia di urutan kedua tujuan investasi malaysia setelah China. Adapun total investasi malaysia di China sebesar 7% dari total investasi di luar negeri.

Total portofolio Khazanah di seluruh dunia sekitar 45 % dan selebihnya 55% investasi dilakukan di domestik. Total Aset Khazanah saat ini mencapai US$ 37,7 miliar, sementara equity mencapai US$ 27,7 miliar.

Investasi dari negeri tetangga

Arus penanaman modal dari negara-negara Asean masih mendominasi perputaran investasi asing Indonesia. Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) negara seperti Malaysia dan Singapura saja masuk lima besar penanam modal asing di Indonesia.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM Yuliot memaparkan Singapura menjadi negara nomor satu penanam modal asing sejak 2014 hingga 2018 kemarin. Total investasi negara tersebut terus bertumbuh dari US$ 8,44 miliar di 2017 menjadi US$ 9,19 miliar di 2018.

Sementara Malaysia menduduki nomor empat, dengan investasi yang juga bertumbuh dari US$ 1,21 miliar di 2017 menjadi US$ 1,77 miliar di 2018. Hanya Thailand saja yang belum masuk jajaran 10 besar investasi asing di Indonesia.

Yuliot tak merinci satu per satu korporasi yang berkontribusi besar bagi investasi itu, hanya saja dari segi prospek pasar Indonesia diyakini masih dipandang baik. "Sebab investor melihat dari aspek stabilitas ekonomi, politik dan keamanan yang cukup terjaga," sebut Yuliot kepada Kontan.co.id, Kamis (16/5).

Menurutnya ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan negara-negara tersebut memilih Indonesia. Yakni potensi pasar domestik dan kawasan serta kerjasama ekonomi yang bakal mendorong memperluas pasar, juga tenaga kerja dan insentif yang kompetitif.

"Animo investor cukup besar untuk melakukan investasi dan beberapa diantaranya sudah melakukan konfirmasi ke BKPM dan mengajukan perizinan melalui OSS," kata Yuliot. Sayangnya detil siapa saja yang berinvestasi tersebut belum dapat dibeberkan saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×