kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Punya banyak PR terhadap industri keuangan, ini yang dilakukan OJK


Kamis, 23 Juli 2020 / 22:00 WIB
Punya banyak PR terhadap industri keuangan, ini yang dilakukan OJK
ILUSTRASI. Karyawan memberikan pelayanan usai peresmian kantor baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/wsj.


Reporter: Annisa Fadila | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya kasus di industri keuangan non bank membuat sejumlah pihak menyoroti kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, OJK dinilai longgar dalam melakukan pengawasan.

Menanggapi hal itu, Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo menjelaskan pihaknya telah memaksimalkan kinerja guna menangani industri keuangan. Ia bilang, secara transparan pihaknya telah melakukan keterbukaan dalam menangani kasus yang ada.

Anto menjelaskan, pihaknya turut menerapkan sistem kehati-hatian secara terukur. Menurutnya, hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan permasalahan baru di industri keuangan.

Baca Juga: DPR mendesak OJK menyelesaikan masalah AJB Bumiputera dan Jiwasraya

“OJK tentu fokus memperbaiki semuanya, mulai dari asuransi, perbankan maupun pasar modal. Seluruhnya kami lakukan secara terintegrasi. Oleh karenanya, OJK melakukan reformasi industri keuangan di perbankan maupun non bank,” ujar Anto kepada Kontan beberapa waktu lalu.

Kendati begitu, Anto bilang karena adanya pandemi, pihaknya lebih dulu melakukan reformasi di ranah perbankan. Hal itu dikarenakan adanya dampak perekonomian yang disebabkan oleh pandemi.

Meski begitu ia menegaskan, pihaknya akan melakukan reformasi di ranah non bank. Hanya saja, penerapannya dilakukan secara bertahap dan membutuhkan proses yang lebih mendalam. “Reformasi ya tentu kita lakukan, baik itu untuk asuransi maupun lainnya. Namun, secara perlahan, sehingga dibutuhkan waktu dalam kecepatannya,” tambahnya.

Asal tahu saja, saat ini OJK tengah dituntut untuk membenahi permasalahan di industri keuangan. Ambil contoh, kasus dugaan korupsi pada PT Asuransi Jiwa Jiwasraya (Persero) yang menyebabkan kerugian negara. Tercatat, sampai akhir tahun 2019 kerugian yang didapat mencapai Rp 12,4 triliun.

Dalam kasusnya, manajemen Jiwasraya dinilai melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Tak hanya itu, Jiwasraya turut melakukan investasi pada aset dengan risiko tinggi guna mengejar keuntungan tinggi.

Baca Juga: Kasus asuransi terus terulang, pengamat: Fungsi pengawasan OJK lemah

Awalnya, Jiwasraya menempatkan 22,4% atau senilai Rp 5,7% aset finansial di saham. Selanjutnya, dari jumlah tersebut 2% diantaranya ditempatkan pada saham dengan kinerja baik, serta 95% dana ditempatkan di saham yang memiliki kinerja buruk.

Tak sampai di situ. Penempatan di reksa dana dengan nilai Rp 4,9 triliun atau porsi 59,1% dari aset finansial pun turut dilakukan. Sehingga, dari jumlah tersebut hanya 2% diantaranya yang dikelola oleh Manajer Investasi (MI) dengan kinerja baik. Sedangkan 98% sisanya dikelola oleh MI yang memiliki kinerja buruk.

Berkaca dari kasus tersebut, Anto menegaskan saat ini pihaknya telah memonitor harga saham, sehingga nantinya harga saham akan terpantau secara signifikan.

“Untuk memonitor harga saham di pasar, sekarang OJK telah menggunakan sistem, sementara dulu masih menggunakan data. Perlu ditegaskan ini merupakan salah satu upaya OJK dalam mereformasi di sektor keuangan. Melalui sistem ini, pergerakan harga saham akan dipantau oleh sistem, sehingga kami bisa mengidentifikasinya,” terang Anto.

Tak hanya Jiwasraya, OJK pun dihadapi oleh permasalahan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang gagal dalam membayar klaim kepada nasabah. Tercatat, potensi klaim Bumiputera mencapai Rp 9,6 triliun. Adapun rinciannya klaim pepmegang polis yang jatuh tempo sepanjang tahun 2020 diperkirakan Rp 5,4 triliun.

Baca Juga: Beleid terbit, ini kriteria bank yang dapat menerima penempatan dana LPS

Selanjutnya, outstanding klaim sampai saat ini diperkirakan mencapai Rp 4,2 triliun dari 265.000 pemegang polis. Namun, untuk membayar klaim kepada nasabah, perusahaan plat merah ini mengoptimalkan aset yang dimiliki, melalui penjualan aset property sekaligus Kerja Sama Operasional (KSO).

Terbaru, kasus gagal bayar dialami oleh PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life). Tercatat, klien Wanaartha telah menempuh jalur hukum karena Warnaartha tidak dapat memberikan kejelasan kepastian terkait waktu pembayaran polis.

Karena itu pula, sebelumnya nasabah meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada Wanaartha guna membayar kerugian secara tunai, baik materiil maupun immaterial yang mencapai Rp 5,45 miliar, serta pembayaran bunga Rp 267 juta yang terhitung sejak Februari 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×