kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.465   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.898   66,24   0,97%
  • KOMPAS100 1.001   10,19   1,03%
  • LQ45 775   7,44   0,97%
  • ISSI 220   2,72   1,25%
  • IDX30 401   2,31   0,58%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   1,15   1,03%
  • IDXV30 115   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   0,58   0,44%

Rasio Return on Equity Bank-Bank Besar Turun, Hanya BCA yang Tetap Perkasa!


Selasa, 06 Mei 2025 / 18:24 WIB
Rasio Return on Equity Bank-Bank Besar Turun, Hanya BCA yang Tetap Perkasa!
ILUSTRASI. Kemampuan perbankan menghasilkan keuntungan yang diukur melalui rasio Return on Equity mayoritas mengalami penurunan pada kuartal I-2025. KONTAN/Baihaki/17/12/2024


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemampuan perbankan dalam menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham, yang diukur melalui rasio Return on Equity (RoE), mayoritas mengalami penurunan pada kuartal I-2025.

Rasio RoE merupakan indikator penting bagi pemegang saham dan calon investor untuk menilai kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang berhubungan dengan pembayaran dividen.

Pada kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4, hanya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat peningkatan RoE secara tahunan (year on year/YoY), dari 22,70% pada kuartal I-2024 menjadi 26,20% pada kuartal I-2025.

Kenaikan ini seiring dengan pertumbuhan kredit BCA yang mencapai 9,8% YoY pada 2024 dengan nilai kredit sebesar Rp 14,1 triliun. Pertumbuhan ini juga ditopang oleh permodalan yang kuat.

Baca Juga: Usai Lebaran, Warga Kembali Rajin Menabung

EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa peningkatan RoE didukung oleh pertumbuhan kredit berkualitas serta efisiensi biaya operasional.

BCA juga mencatat peningkatan efisiensi, terlihat dari penurunan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dari 43,92% menjadi 39,11% pada kuartal I-2025.

"Selaras dengan prospek perekonomian Indonesia yang positif, kami optimistis dapat menjaga pertumbuhan profitabilitas, sehingga RoE BCA tetap stabil," ujar Hera kepada Kontan.co.id.

Sementara itu, bank lain di jajaran KBMI 4 mengalami penurunan RoE seperti, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) turun dari 20,20% menjadi 17,20%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun dari 19,70% menjadi 18,90%, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turun dari 14,50% menjadi 13,30% di kuartal I-2025.

Di jajaran kelompok bank KBMI 3 juga terlihat mayoritas bank mencatat penurunan RoE. PT Bank Tabungan Negara (BBTN) misalnya, RoE nya turun dari 12,67% ke 12,49% di kuartal I-2025.

Kendati begitu, Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo mengaku, 10,8% ROE BTN di kuartal I-2025 justru membaik dibanding akhir 2024 yang sebesar 10,8%.

"RoE kita di kuartal I 2025 ini malah lebih bagus dibanding akhir 2024, udah membaik," ujar Setiyo.

Baca Juga: Aset Unit Syariah Bank Merosot di Tengah Dorongan Spin Off

Di tahun ini ia juga menargetkan ROE bisa dicapai antara 13-14% melalui beberapa rencana strategis seperti, penurunan biaya dana melalui pertumbuhan dana ritel dan aktivasi digital banking.

Selain itu, pihaknya akan fokus untuk tumbuh di portofolio kredit yang bermargin tinggi dan efisiensi biaya operasional dengan automasi/digitalisasi proses operasional.

PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga terlihat mengalami penurunan RoE dari 14,40% menjadi 14% di kuartal I-2025 ini.

Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan, menjelaskan penurunan RoE lebih karena perhitungan pembayaran dividen sedangkan kata Lani normalnya masih di sekitar 15%an.

"Penurunan RoE juga karena ada kenaikan CAR ke 24,8%," katanya.

Ia juga menargetkan RoE tetap stabil di kisaran 14%-15% pada tahun ini.

Adapun Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menilai, penurunan RoE perbankan disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa bank meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebagai langkah antisipatif terhadap potensi kenaikan NPL, yang tentu berdampak pada penurunan laba.

Selain itu, kata Ekky ada bank yang mencatat penurunan Net Interest Margin (NIM) akibat tingginya biaya dana (cost of fund) yang tidak diimbangi oleh kenaikan suku bunga pinjaman.

"Tekanan juga datang dari sisi permintaan, di mana penurunan daya beli masyarakat serta ketatnya likuiditas membuat masyarakat cenderung lebih berhemat, yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan kredit dan menekan pendapatan bunga bank," tuturnya.

Baca Juga: Limit di Bawah Rp 100 Juta Tanpa Agunan, Ini Cara Daftar KUR Bank Mandiri & Simulasi

Ekky melihat, prospek di tahun ini, sektor perbankan akan cenderung stagnan. Bank kemungkinan akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di tengah kondisi geopolitik global yang tidak menentu serta pelemahan daya beli domestik.

Fokus utama perbankan tahun ini disebut lebih pada menjaga stabilitas dan kualitas aset, bukan pada ekspansi agresif, setidaknya sampai kondisi ekonomi membaik.

Namun demikian, dari sisi kinerja saham, situasinya disebut sedikit berbeda. Saat ini valuasi saham-saham perbankan sudah tergolong murah. Penurunan harga saham yang terjadi dinilai sudah mencerminkan (price in) pelemahan kinerja sektor perbankan.

"Oleh karena itu, secara teknikal ada potensi bagi saham-saham bank untuk kembali menguat, meskipun mungkin tidak akan mencapai level higher high baru dalam waktu dekat," ujar Ekky.

Selanjutnya: Hilirisasi Industri Pertanian Perlu Didorong untuk Dorong Perekonomian

Menarik Dibaca: 4 Varian Micellar Water Wardah Sesuai Jenis Kulit untuk Hapus Makeup dan Kotoran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×