Reporter: Astri Kharina Bangun |
JAKARTA. Bank Indonesia (BI), Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianjurkan segera menata ulang atau melakukan reklasifikasi status bank asing dan bank lokal di Indonesia. Langkah ini merupakan salah satu upaya mendukung pengembangan bank-bank lokal menyongsong era integrasi ekonomi Asean.
"Status bank swasta nasional yang kini mayoritas sahamnya dimiliki asing harus dikategorikan sebagai bank asing sehingga terkena pembatasan dalam ekspansi bisnis," ujar Analis Keuangan Lin Che Wei dalam paparan riset KATADATA tentang Regulasi dan Peta Persaingan Bank Lokal versus Bank Asing, Selasa (22/5).
Ia menjabarkan, saat ini masih terdapat kerancuan status bank. Ada sejumlah bank yang kepemilikan asingnya besar, namun masih dikategorikan bank swasta nasional. Misalnya, bank UOB Buana yang kepemilikan asingnya mencapai 98,99% dengan pemilik bank asingnya adalah United Overseas Bank, bank terbesar ketiga di Singapura. Contoh lain, Bank CIMB Niaga yang dimiliki oleh bank terbesar kedua di Malaysia CIMB Group sebesar 97,9%.
"Dengan kejelasan status, lingkup bisnis bank-bank swasta milik asing di sektor konsumer perlu dibatasi dan didorong untuk lebih fokus pada penyaluran kredit di sektor produktif dan pembiayaan infrastruktur," papar Lin.
Mengacu pada riset lembaga analisis dan publikasi data bisnis KATADATA, peta perbankan nasional dalam sepuluh tahun terakhir telah mengalami pergeseran signifikan. Pangsa aset bank swasta nasional tergerus dari 42% pada 1998 menjadi 22% pada 2011. Begitu pula pangsa aset bank milik pemerintah yang merosot dari 44% pada 1998 menjadi 35% pada 2011. Sementara itu, pangsa bank swasta asing melonjak dari hampir nol menjadi 21%. Adapun bank asing/campuran pangsanya meningkat dari 11% pada 1998 menjadi 13% pada 2011.
Direktur Eksekutif KATADATA Metta Dharmasaputra menyoroti tiga potensi dampak negatif dari peningkatan dominasi bank-bank milik asing. Pertama, bank asing semakin condong pada segmen konsumsi. Kedua, kredut untuk sektor produktif (infrastruktur dan manufaktur) terbatas pada bank-bank negara. Ketiga, bila terjadi krisis dominasi kepemilikan asing berpotensi meningkatkan risiko pelarian modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News