Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan perusahaan asuransi telah melakukan repricing atau penyesuaian tarif premi untuk asuransi kesehatan, seiring rasio klaim yang tinggi.
Menyikapi tingginya rasio klaim, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyebut perusahaan asuransi telah melakukan repricing mulai 2024 hingga 2025, sehingga terdapat tren melonjaknya pendapatan premi asuransi kesehatan. Dengan demikian, upaya itu membuat rasio klaim menjadi lebih terkendali atau menurun.
"Rasio pertumbuhan dari premi di asuransi kesehatan terus meningkat dan klaim itu sudah terkendali pada 2024, setelah ada penyesuaian terhadap premi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi," ungkapnya saat ditemui usai rapat di Komisi XI DPR RI, Kamis (4/12/2025).
Baca Juga: BNI Genjot Pembiayaan Hijau, Portofolio Berkelanjutan Tembus Rp192,4 Triliun
Berdasarkan data pemaparan OJK, pendapatan premi asuransi kesehatan pada 2023 mencapai Rp 26,26 triliun. Adapun klaimnya mencapai Rp 25,61 triliun. Rasio klaim terbilang tinggi mencapai 97,52% yang mana belum termasuk biaya operasional yang diperkirakan mencapai 10%-15%.
Sementara itu, premi asuransi kesehatan pada 2024 melonjak menjadi Rp 40,19 triliun seiring adanya repricing yang dilakukan perusahaan asuransi. Adapun klaim mencapai Rp 28,62 triliun, sedangkan rasio klaimnya lebih terkendali menjadi 71,23%.
Meski rasio klaim kesehatan terbilang tinggi, Ogi menyebut jumlah polis asuransi kesehatan terus meningkat. Pada akhir 2024, jumlah polis tercatat sebanyak 31,34 juta, dan sebagai perbandingan jumlah polis sebanyak 27,82 juta pada 2021.
Dia menilai naiknya jumlah polis asuransi kesehatan menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi kesehatan makin meningkat.
Berdasarkan catatan OJK, terdapat juga penurunan jumlah perusahaan yang menyelenggarakan produk asuransi kesehatan. Pada 2023 tercatat sebanyak 81 perusahaan dari 144 perusahaan atau porsinya mencakup 56,3%, sedangkan sebanyak 78 perusahaan dari 146 perusahaan atau porsinya mencakup 53,4% pada 2024.
Sebagai bentuk solusi dari fenomena repricing di industri asuransi kesehatan, OJK akan mengatur penyesuaian tarif (repricing premi) dalam Peraturan OJK (POJK) mengenai Ekosistem Asuransi Kesehatan. Kini, POJK tersebut dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum.
Baca Juga: Ubah Nama, OJK Beri Izin Usaha PT Sentana Mitra Kualita Pialang Asuransi
Soal ketentuan repricing yang akan tertuang dalam POJK, Ogi mengatakan perusahaan dapat meninjau dan menetapkan premi atau kontribusi ulang berdasarkan riwayat klaim, peningkatan risiko, dan/atau tingkat inflasi paling banyak 1 kali dalam 1 tahun.
"Apakah perusahaan asuransi boleh melakukan repricing atau perubahan harga premi di setiap saat? Ini kami atur bahwa itu tidak bisa. Jadi, kalau kontrak sudah berjalan, sekurang-kurangnya setahun itu harus tetap berlaku. Repricing baru berlaku pada saat kontrak itu diperbaharui atau berakhir," ungkapnya.
Ogi menegaskan tarif premi itu tidak boleh diubah sebelum berakhir setahun. Jadi, tak ada kesempatan bagi perusahaan asuransi menaikkan premi seenaknya dengan alasan inflasi atau lainnya. Namun, saat berakhir kontrak setahun, tarif premi itu boleh disesuaikan, tetapi tetap harus dengan persetujuan pemegang polis.
"Jadi, kalau pemegang polis tidak setuju, ya tidak dilanjut (kontrak polis). Upaya itu untuk perlindungan terhadap pemegang polis, bahwa manfaat polis dan tarif itu tidak boleh diubah sebelum kontraknya berakhir," tuturnya.
Ogi mengibaratkan seperti membeli deposito berjangka yang mana bunganya tidak boleh diubah. Namun, baru boleh diubah kalau sudah berakhir masa kontrak setahun.
Baca Juga: Banjir di Sumatra, ACPI Terima Belasan Laporan Klaim
Asal tahu saja, selain repricing premi, POJK Ekosistem Asuransi Kesehatan juga akan menetapkan aturan mengenai waiting period atau masa tunggu, Coordination of Benefit (COB) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), hingga risk sharing. Ditargetkan POJK itu sudah diimplementasikan pada 1 Januari 2026.
Selanjutnya: BNI Genjot Pembiayaan Hijau, Portofolio Berkelanjutan Tembus Rp192,4 Triliun
Menarik Dibaca: Rekomendasi 7 Film Action tentang Pembunuh Bayaran Nekat dan Berani
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













