Reporter: Adhitya Himawan, Issa Almawadi | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Penyaluran kredit di sektor konstruksi tampaknya harus lebih mendapat perhatian. Risiko kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) kredit konstruksi cukup tinggi.
Mengutip statistik perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit konstruksi perbankan hingga September 2013 mencapai Rp 120,47 triliun. Jumlah tersebut naik 21,7% ketimbang periode sama tahun 2012 sebesar Rp 98,99 triliun (lihat tabel).
Memang, NPL kredit konstruksi semakin melandai. Namun, rata-rata rasio kredit bermasalah di sektor konstruksi sepanjang tahun ini masih di atas 3%. Per September 2013, NPL kredit konstruksi sebesar 3,31%. Kelompok bank pembangunan daerah (BPD) mencatat tingkat NPL kredit konstruksi tertinggi di level 8,1%. Posisi kedua diraih kelompok bank swasta non devisa dengan NPL 6%.
Direktur Utama Bank Victoria, Eko Rahmansyah Gindo, mengakui kredit konstruksi memang memiliki risiko cukup besar dibandingkan kredit sektor lain. Apalagi, saat nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah seperti sekarang. “Sebab proyek konstruksi ini memerlukan bahan baku dan peralatan yang sebagian besar impor,” kata Eko.
Tak heran, anggaran proyek konstruksi lebih besar dari rencana anggaran bangunan yang telah disusun sebelumnya. Pembengkakan ini bisa mengakibatkan proyek berhenti di tengah jalan. “Nah kalau proyek konstruksi itu dari kredit konstruksi sebuah bank, tentu berimbas ke peningkatan NPL,” kata Eko.
Senada, Direktur Bisnis Korporasi dan Keuangan Bank Central Asia (BCA), Dhalia Mansor Ariotedjo, menilai tingginya NPL kredit konstruksi disebabkan banyak faktor seperti kenaikan harga bahan bangunan dan gaji pekerja. 'Termasuk kenaikan suku bunga juga," katanya.
Direktur Bank Tabungan Nasional (BTN), Evi Firmansyah, mengatakan NPL kredit konstruksi di BTN masih terjaga. Sebab, kenaikan NPL biasanya berasal dari penyaluran kredit untuk pembangunan jembatan ataupun jalan. Sementara, BTN menyalurkan kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan atau apartemen.
Head of Banking Research Center Universitas Siswa Bangsa Internasional, Wahyoe Soedarmono, mengatakan NPL kredit konstruksi harus diperhatikan. Sebab, kenaikan NPL akan diikuti kenaikan harga properti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News