Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tren pelemahan rupiah yang terus berlanjut hingga saat ini, memicu lonjakan transaksi jual beli valuta asing (Valas) terutama mata uang USD di perbankan tanah air, mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar sudah berada di level Rp 16.580 per 2 Maret 2025.
Ambil contoh seperti yang terjadi di PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon), dimana telah terjadi lonjakan transaksi valas yang lebih besar pada paruh kedua periode Januari 2025 pasca pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia.
Ivan Jaya, Consumer Funding & Wealth Business Head Danamon menyampaikan, pihaknya bahkan lebih besar hingga 15% dibandingkan pada awal Januari 2025 sebelum terjadinya penurunan BI Rate.
Baca Juga: Tengok Kurs Dollar-Rupiah Bank Mandiri pada Rabu (26/2) dan Panduan Tukar Valas
"Kami melihat terjadi peningkatan penjualan mata uang USD sejak dilakukannya pemangkasan suku bunga oleh Bank Indonesia. Namun pembelian valas USD masih terjadi, karena masih ada transaksi-transaksi untuk memenuhi kebutuhan nasabah baik untuk pembayaran dan kebutuhan lainnya," ungkap Ivan kepada Kontan belum lama ini.
Lebih lanjut Ivan menyebut, pembelian valas khususnya mengalami peningkatan di bulan Januari terutama di beberapa mata uang seperti JPY, seiring dengan adanya keyakinan dari pasar akan potensi kenaikan suku bunga dari Bank of Japan pada saat itu.
Meski begitu, Ivan menyebut jika dilihat dari total nilai transaksi Valas di Danamon, tidak terjadi perubahan signifikan.
Baca Juga: Intip Cara Penukaran Valas dan Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri pada Selasa (18/2)
Hal ini mengingat adanya kebutuhan-kebutuhan yang beragam atas transaksi valas, baik untuk keperluan seperti pembayaran anak sekolah, travel, pembayaran utang maupun untuk tujuan Investasi menjadi alasan bahwa transaksi valas masih bisa terjadi dalam kondisi pergerakan pasar yang variatif.
"Kami melihat adanya beberapa tujuan dari nasabah melakukan pembelian maupun penjualan dollar, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan pembayaran, kebutuhan untuk bisnis, perjalanan, kebutuhan kesehatan di luar Negeri, pengiriman dana kepada keluarga, dan tujuan-tujuan lain yang sangat beragam," ungkap Ivan.
Seiring dengan itu, permintaan terhadap dollar yang kuat, sejalan dengan Indeks Dollar AS (DXY) yang dinilai masih menunjukkan reli penguatan.
Menurut Hosianna Evalia Situmorang Ekonom Danamon, penguatan ini sama dengan yang terjadi pada tahun 2016 ketika Trump pertama kali menjabat, didorong oleh ekspektasi pasar akan kebijakan ekonomi seperti pemangkasan pajak, namun hal ini diikuti oleh penurunan akibat ketidakpastian implementasi kebijakan dan faktor global.
Baca Juga: Periksa Kurs Dollar-Rupiah di BCA pada Senin (10/2) dan Petunjuk Penukaran Valas
Di sisi lain arus modal keluar telah menekan mata uang rupiah, sebagai pembalikan dari arus masuk asing yang dimulai pada bulan November setelah lonjakan pada bulan Juli – Agustus 2024 akibat kebijakan Dot-plot bank sentral AS (FED) yang mendorong BI melakukan kenaikan intervensi melalui pembelian Obligasi pemerintah, DNDF dan Intervensi Spot.
Tak jauh beda, Edi Masrianto, Direktur Keuangan, Treasury and Global Service PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) juga menyebut terjadinya lonjakan transaksi jual beli Valas dollar yang signifikan di Bank Jatim, di mana per Desember 2024 telah meningkat sebesar 48,43% yoy.
Edi menyampaikan, lonjakan transaksi tersebut disebabkan oleh pelemahan rupiah yang memberikan keuntungan yang lebih besar bagi nasabah yang memiliki saving account valas seperti para pekerja migran Indonesia. Sehingga ini juga mendorong peningkatan jumlah transaksi remitansi melalui Bank Jatim.
"Bukan hanya pekerja migran saja, tetapi ekosistem pengusaha ekspor impor yang telah dibentuk oleh Bank Jatim, juga memberikan dampak signifikan kinerja Bank Jatim tersebut," ungkap Edi kepada Kontan.
Ia merinci, terjadi peningkatan transaksi penjualan valas pada bulan September hingga Desember 2024 sebesar 160%. Sedangkan peningkatan untuk transasksi beli valas pada bulan September hingga Desember 2024 sebesar 37%.
Baca Juga: Simak Panduan Penukaran Valas dan Kurs Dollar-Rupiah di BCA pada Kamis (23/1)
Sementara itu di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga turut mengalami pertumbuhan transaksi valas yang positif hingga akhir Desember 2024. Sayang EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn merinci berapa besar transaksinya.
Menyoroti kondisi yang terjadi di perbankan tersebut, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana mengatakan, kemungkinan meningkatnya transaksi valas di perbankan salah satunya terdorong implementasi dana Devisa Hasil Ekspor (DHE) oleh eksportir di bank tanah air.
"Mungkin ini yang bikin para eksportir juga memindahkan sebagian cash mereka ke bentuk USD, saya rasa lebih ke sana. Kalau untuk investor retail , net on net kan lebih banyak jual ya, jadi kemungkinan mengambil profit taking sih sekarang," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (2/3).
Lebih lanjut Fikri menilai dengan melihat tren saat ini, masih akan ada tekanan terhadap rupiah, dengan melihat berbagai risiko global yang tinggi, kemungkinan nilai tukar USD masih akan naik, hal ini karena adanya kebijakan tairf oleh Trump yang segera diimplementasikan.
Baca Juga: Intip Tingkat Kurs Dollar-Rupiah di BCA Hari Ini Selasa (14/1), Nasabah Valas Merapat
"Di samping itu juga ada beberapa ketidakpastian yang mungkin masih besar. Tapi saya harap sampai akhir tahun mungkin akan ada trend apresiasi rupiah sih nantinya, karena melihat dari kondisi sekarang harusnya nilai rupiah sekarang sudah sangat rendah, maka real ataupun nominal effect-nya sudah jauh di bawah nilai yang seharusnya sih," jelas Fikri.
Fikri juga menyebut pelemahan rupiah saat ini sangat dipengaruhi sentimen global, serta adanya sedikit sentimen so off di pasar saham yang mendorong dana keluar dari pasar saham Indonesia secara keseluruhan.
Adapun ke depannya, Fikri menilai rupiah masih berpotensi menguat di semester II-2025, seiring dengan risiko dari kebijakan tarif oleh Trump hingga risiko lokal yang dilakukan USA akan berkurang di paruh kedua tahun ini yang harusnya dapat mendorong aliran dana semakin tersebar secara global yang tidak hanya terpusat ke dollar USD seperti saat ini.
Selanjutnya: iPhone 16 Bakal Masuk Indonesia, Begini Respons Erajaya (ERAA)
Menarik Dibaca: Taza Tampilkan Koleksi The Unfeigned di London Muslim Shopping Festival
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News