Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengakui bahwa ada keterbatasan kapasitas dalam penanganan krisis perbankan. Oleh sebab itu, pembahasan dan pengesahan RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) harus memperkuat kapasitas LPS.
Menurut Fauzi Ichsan, Plt Kepala Eksekutif LPS, kelahiran LPS merupakan buah dari pengalaman krisis perbankan yang menimpa Indonesia pada tahun 1997-1998. Kala itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) sampai mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 144,5 triliun untuk menyehatkan 48 bank.
"Selain itu juga dibentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) serta keluar obligasi rekapitalisasi senilai Rp 630 triliun. Ditambah penjaminan penuh (blanket guarantee) atas simpanan nasabah di perbankan dari pemerintah," kata Fauzi di Jakarta, Selasa (9/6).
Setelah LPS lahir pada 2005, LPS mendapatkan suntikan modal awal dari pemerintah dan pembayaran premi industri perbankan untuk menjamin simpanan nasabah selama di bawah Rp 2 miliar dan bunga tidak lebih dari LPS Rate. “Sampai saat ini, LPS juga telah melikuidasi 1 Bank Umum dan 62 Bank Perkreditan Rakyat (BPR)," ujar Fauzi.
LPS kini telah menjamin 99% rekening dari simpanan nasabah di 119 bank umum dan 1.805 BPR yang jumlah dana simpanan nasabah yang mencapai Rp 4.280 triliun per Mei 2015. Namun dana cadangan LPS tersebut masih 15% dari total simpanan di industri perbankan.
"Memang masih ada keterbatasan kapasitas LPS dalam menangani krisis perbankan yang skalanya besar. Sehingga perlu ada landasan membentuk semacam lembaga seperti BPPN di masa lalu jika terjadi krisis besar dalam UU JPSK nanti," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News