Reporter: Herry Prasetyo, Oginawa R Prayogo, Revi Yohana, Roy Franedya | Editor: Imanuel Alexander
Jakarta. Kisah perebutan dana masyarakat di industri perbankan tampaknya tak lagi seru. Pasalnya, suku bunga deposito perlahan mulai menguncup seiring kondisi likuiditas bank yang mulai longgar.
Perang suku bunga tinggi memang tak bisa dielakkan saat likuiditas di pasar kering. Taswin Zakaria, Direktur Utama Bank Internasional Indonesia (BII), mengatakan pertumbuhan likuiditas tiap bulan hanya Rp 11 triliun. Duit tersebut menjadi rebutan 120 bank. Itu sebabnya, bank mengerek suku bunga tinggi untuk memikat nasabah. Padahal, “Suku bunga tinggi sebetulnya hanya dinikmati deposan itu-itu saja yang pindah dari satu bank ke bank lain,” tukas Taswin.
Nah, memasuki paruh kedua tahun ini, kondisi likuiditas sedikit melonggar. Makanya, sebagian bank memilih menurunkan bunga deposito. Awal Agustus lalu, Bank Central Asia (BCA) memangkas bunga deposito sebesar 25 basis points (bps) dari 9,25% menjadi 9%. Pemangkasan ini berlaku untuk simpanan berjangka dengan nominal di atas Rp 25 miliar.
Bulan ini , Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku akan kembali menurunkan bunga deposito sebesar 50 bps. Alhasil, suku bunga deposito di BCA dengan nominal di atas Rp 25 miliar menjadi 8,5%. Sementara, suku bunga untuk deposito dengan nominal di bawah Rp 25 miliar tetap sebesar 7,75%.
Langkah bank milik Grup Djarum ini memangkas suku bunga deposito tentu bukan tanpa alasan. Menurut Jahja, penurunan bunga deposito lantaran likuiditas BCA saat ini termasuk sangat longgar. Rasio kredit terhadap simpanan atawa loan to deposit ratio (LDR) berada di level 74%. Padahal, LDR industri perbankan sudah berada di atas 90%.
Langkah BCA memangkas suku bunga deposito diikuti Bank Mandiri. Bank terbesar di Indonesia itu menurunkan bunga deposito sebesar 25 bps dari 6,25% menjadi 6% pada awal bulan ini. Direktur Utama Bank Mandiri Budi G. Sadikin bilang, pemangkasan suku bunga lantaran bank pelat merah ini telah mencapai kondisi likuiditas yang lebih baik untuk mendukung pertumbuhan kredit dan aset produktif sesuai target dalam anggaran 2014.
Dalam keterangan resminya, Budi mengatakan, kondisi likuiditas di pasar uang rupiah saat ini semakin longgar dibandingkan dengan periode menjelang Lebaran. Pertimbangan ini juga menjadi alasan Bank Mandiri memangkas bunga deposito. Selain itu, penurunan bunga deposito mempertimbangkan suku bunga dana rupiah yang diperkirakan akan stabil. “Ini pertimbangan Bank Mandiri menyesuaikan tingkat suku bunga dana yang berlaku saat ini,” kata Budi.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga ikut memangkas bunga deposito mulai bulan ini. Direktur Keuangan BRI Ahmad Baiquni mengatakan, penurunan bunga deposito di BRI bervariasi tergantung jumlah dana. Namun, penurunan bunga deposito maksimal sebesar 50 bps.
Namun, suku bunga baru ini hanya berlaku untuk deposan anyar. Adapun, deposan lama yang belum jatuh tempo masih menggunakan suku bunga lama. “Bunga deposito kami kisaran 4,25% hingga 6,75% tergantung tenornya,” imbuh Baiquni.
Beberapa bank besar lain tak mau ketinggalan memangkas bunga deposito. Bank Danamon, misalnya, malah mulai menurunkan bunga deposito sejak Juni lalu. Vera Eve Lim, Direktur Keuangan Bank Danamon, mengatakan, likuiditas di perbankan mulai longgar lantaran pertumbuhan kredit melambat. Karena itulah, Danamon menurunkan bunga deposito di kisaran 25 bps–50 bps.
Bank CIMB Niaga juga memangkas bunga deposito di kisaran 25 bps–50 bps. Budiman Tandjung, Head of Liabilities Product CIMB Niaga, bilang, pemangkasan bunga deposito agar CIMB Niaga bisa memberikan bunga kredit yang lebih kompetitif.
Sementara itu, Bank Bukopin memilih menurunkan bunga deposito secara perlahan-lahan khusus untuk deposito dengan nominal kecil alias ritel. Glen Glenardi, Direktur Utama Bank Bukopin, mengatakan, rata-rata suku bunga deposito ritel di Bukopin saat ini berkisar 7%–9%. Sebelumnya, Bukopin sempat menawarkan bunga deposito di kisaran 9%–10%. Untuk deposito dalam jumlah besar, Bukopin masih mematok suku bunga 9%–12%.
BII juga sudah memangkas suku bunga deposito berkisar 60 bps–70 bps. Taswin mengatakan, hingga akhir tahun ini, BII berencana menurunkan kembali suku bunga deposito. Namun, langkah tersebut akan dilakukan setelah melihat kondisi pasar dan likuiditas. Yang jelas, BII sementara ini berupaya tidak lagi menaikkan suku bunga deposito.
Menekan biaya dana
Pemberian suku bunga tinggi jelas akan membikin bank harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar bunga kepada nasabah. Budi mengatakan, Bank Mandiri akan memiliki beban bunga yang cukup besar jika mempertahankan suku bunga deposito tetap tinggi. Selain itu, persaingan dana di perbankan akan semakin ketat.
Masalahnya, Taswin mengatakan, pada saat biaya dana alias cost of fund membengkak lantaran bunga deposito tinggi, bank tidak bisa mengerek suku bunga terlalu tinggi. Sebab, bunga kredit yang terlalu tinggi menimbulkan risiko kredit bermasalah alias non performing loan. Nah, karena kenaikan bunga deposito tak sebanding dengan kenaikan bunga kredit, ujung-ujungnya margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) bank bakal turun.
Taswin mengatakan, NIM BII biasanya berada di kisaran 5,5%–5,6%. Bahkan, NIM BII pernah menyentuh level 6%. Namun, lantaran harus mematok suku bunga tinggi, NIM BII saat ini menurun di level 5,1%. Padahal, NIM menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga. Secara teoritis, semakin tinggi pendapatan bunga bersih, maka kian tinggi pula laba yang dihasilkan bank.
Bukan cuma BII yang harus rela NIM tergerus lantaran menawarkan bunga deposito tinggi. Bank Tabungan Negara (BTN) juga memproyeksikan NIM hingga akhir tahun 2014 bakal menurun di kisaran 5%. Eko Waluyo, Sekretaris Perusahaan BTN, mengatakan, NIM BTN akhir tahun ini lebih rendah dibandingkan pencapaian tahun lalu yang sebesar 5,44%. “NIM kami juga sedikit menurun tapi masih relatif stabil di kisaran 4%,” imbuh Parwati Surdjaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP.
Barangkali, hanya BRI yang masih bisa menikmati NIM yang tinggi. Baiquni menargetkan NIM BRI berada di level 8%. Sebab, BRI fokus menyalurkan kredit ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang memiliki risiko tinggi.
Namun, secara rata-rata industri, NIM perbankan setahun terakhir memang terus menurun. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NIM perbankan per Juli 2014 berada di level 4,2%. Padahal, per Juli 2013, NIM industri perbankan masih berada di level 5,46%.
Doddy Ariefianto, Kepala Divisi Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menilai, wajar jika NIM perbankan terus menurun. Pasalnya, jika dihitung sejak kenaikan BI rate November 2013 lalu hingga Agustus tahun ini, bunga deposito sudah naik di kisaran 300 bps. Sementara, bunga kredit hanya naik berkisar 150 bps.
Dengan memangkas bunga deposito, bank tentu bisa menikmati NIM lebih besar. Dengan catatan, bunga kredit tidak ikut turun. Namun, bukan berarti langkah pemangkasan bunga deposito tanpa risiko lantaran langkah tersebut tak seragam dijalankan oleh semua bank. Alhasil, penurunan bunga deposito bisa membikin deposan lari ke bank lain. Ujung-ujungnya, pertumbuhan DPK bisa seret lagi sehingga likuiditas kembali ketat.
Namun, Jahja optimistis, pemangkasan suku bunga deposito tak akan membikin pertumbuhan DPK melambat. Buktinya, sejak awal Agustus hingga pertengahan September lalu, jumlah deposito di BCA naik Rp 2,9 triliun meski suku bunga sudah turun. Selain itu, BCA selalu mengevaluasi penurunan suku bunga. “Kalau memang perlu naik, suku bunga deposito bisa dinaikkan lagi,” katanya.
Senada dengan itu, Baiquni mengatakan BRI tidak takut jika nasabah akan memindahkan dana ke bank lain. Sebab, bank lain juga ikut menurunkan bunga deposito. Selain itu, BRI berupaya memberikan layanan agar nasabah selalu loyal.
Ada yang bertahan
Toh, kenyataannya, tidak semua bank ikut arus menurunkan bunga deposito. Bank OCBC NISP, misalnya, memilih tetap mempertahankan bunga deposito di level yang sesuai dengan BI rate. Meski begitu, Parwati mengatakan, likuiditas OCBC NISP masih terjaga dengan LDR di bawah 90%, loan to funding ratio (LFR) di kisaran 80%, dan secondary reserve di atas 26%.
Bank Permata juga masih akan mempertahankan suku bunga deposito. Direktur Bank Permata Bianto Surodjo mengatakan, penurunan atau kenaikan bunga deposito di Bank Permata sangat tergantung pada pergerakan suku bunga di pasar. Saat ini, LDR Bank Permata di kisaran 90%.
BTN juga belum punya rencana memangkas suku bunga deposito. “Tapi, secara selektif kami mulai melepas deposito berbunga tinggi,” kata Eko.
Bank Mayapada juga masih akan mempertahankan bunga deposito di kisaran 7,25%–7,75% dan menawarkan bunga spesial bagi nasabah berkantong tebal. Langkah Bank Mayapada tentu bukan tanpa alasan. Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi menilai, likuiditas di bank besar memang sudah mulai longgar. Namun, di bank kelas menengah, likuiditas masih ketat. Deposan masih menuntut bunga tinggi. “Jika kami turunkan sekarang, mereka bisa kabur,” tukasnya.
Menurut Haryono, ada bank yang masih gencar menarik DPK di pasar dengan menawarkan bunga tinggi. Kondisi ini belum membuat semua bank nyaman untuk menurunkan bunga deposito.
Glen juga melihat, bank kelas menengah dan bank kelas kecil masih menawarkan suku bunga tinggi. Mereka masih hati-hati dan saling menunggu untuk menurunkan suku bunga deposito. “Kalau bunga pesaing turun, kami akan menyesuaikan,” imbuhnya.
Ke depan, Taswin menyarankan, 10 bank besar berkoordinasi dan sepakat untuk menurunkan suku bunga deposito. Dengan begitu, bank lain terdorong untuk melakukan langkah yang sama.
Penurunan bunga deposito tentu akan menguntungkan bank. Namun, jangan lupa juga untuk menurunkan suku bunga kredit agar nasabah untung!
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 51 - XVIII, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News