kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.667.000   5.000   0,30%
  • USD/IDR 16.350   -70,00   -0,43%
  • IDX 6.648   -94,43   -1,40%
  • KOMPAS100 985   -10,71   -1,08%
  • LQ45 773   -11,62   -1,48%
  • ISSI 203   -1,54   -0,76%
  • IDX30 399   -7,38   -1,81%
  • IDXHIDIV20 478   -11,28   -2,30%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 117   -1,24   -1,05%
  • IDXQ30 132   -2,70   -2,00%

SEOJK Asuransi Kesehatan Bakal Atur Mekanisme CoB BPJS Kesehatan dan Asuransi


Senin, 10 Februari 2025 / 20:38 WIB
SEOJK Asuransi Kesehatan Bakal Atur Mekanisme CoB BPJS Kesehatan dan Asuransi
ILUSTRASI. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) terkait Asuransi Kesehatan.


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) terkait Asuransi Kesehatan. Dalam RSEOJK tersebut, tercantum mekanisme koordinasi manfaat Coordination of Benefit (CoB) terhadap produk asuransi kesehatan antara perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 
Disebutkan koordinasi manfaat terhadap produk asuransi kesehatan harus diselenggarakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai.

Selain itu, Koordinasi manfaat atau CoB terhadap produk asuransi kesehatan diselenggarakan dengan sejumlah mekanisme, yaitu BPJS Kesehatan menjadi penjamin dan pembayar pertama yang memberikan pembayaran klaim terlebih dahulu hingga batas manfaat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 
Selanjutnya, perusahaan asuransi, dan/atau perusahaan asuransi syariah menjadi penjamin dan pembayar kedua.

Baca Juga: FWD Insurance Perbaharui Fitur Produk Asuransi Jiwa dan Kesehatan, Ini Rinciannya

Dalam pelaksanaan koordinasi manfaat atau CoB, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah membayarkan biaya perawatan yang belum dibayarkan sampai maksimum jumlah yang dipertanggungkan berdasarkan ketentuan polis produk asuransi kesehatan, setelah dikurangi jumlah total dari seluruh manfaat asuransi yang telah dibayarkan BPJS Kesehatan sebagai penjamin dan pembayar pertama.

Selain itu, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah perlu memperoleh informasi atau dokumen terkait besaran klaim oleh tertanggung atau peserta kepada BPJS Kesehatan dan bukti pembayaran oleh BPJS Kesehatan kepada tertanggung atau peserta. Adapun koordinasi manfaat atau CoB terhadap produk asuransi kesehatan dapat diselenggarakan oleh penyelenggara jaminan selain BPJS Kesehatan. 

Terkait hal itu, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai dampak positif adanya mekanisme COB bagi kedua BPJS Kesehatan dan perusahaan asuransi tentu mengurangi beban pelayanan kesehatan kedua entitas tersebut. 

"Sebab, BPJS Kesehatan kini mengalami beban berat jumlah pasien yang terus meningkat, terutama dari biaya penyakit katastropik," ungkapnya kepada Kontan, Minggu (9/2).

Bagi perusahaan asuransi, mekanisme itu tentunya akan mengurangi beban inflasi medis dan rasio klaim yang terus meningkat di atas perolehan premi. 

Dari sisi peserta atau pemegang polis, Irvan menganggap adanya mekanisme CoB itu akan membuat mereka mendapatkan santunan atau pelayanan yang lebih baik kualitasnya atau lebih nyaman pelayanannya apabila menggunakan tambahan asuransi swasta.

Namun, dia menilai tidak mudah mengkoordinasikan pelayanan kedua jaminan tersebut karena sifat pelayanannya berbeda. BPJS Kesehatan bersifat sosial dan tidak mengenal pre-existing condition atau riwayat penyakit sebelum menjadi peserta, sedangkan perusahaan asuransi mengenal pre-existing condition, bahkan bisa menjadi dasar pembatalan polis apabila tidak diungkapkan. 

Baca Juga: Prudential Indonesia Beri Proyeksi Asuransi Kumpulan Tumbuh di 2025, Ini Strateginya

"Terlebih, dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), iktikad baik inkonstitusional bersyarat menjadi makin tidak mudah bagi asuransi untuk membatalkan polis, kecuali dengan kesepakatan kedua pihak atau lewat keputusan pengadilan," tuturnya.

Lebih lanjut, Irvan sebenarnya setuju dengan adanya skema CoB, tetapi dinilainya implementasi skema tersebut hendaknya diperjelas dalam 2 hal yang berbeda, sesuai Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, seperti urun biaya (cost sharing) dan selisih biaya (top up).

Menurutnya, tujuan adanya urun biaya dan selisih biaya bagi peserta BPJS Kesehatan sebagai kendali mutu dan biaya, serta mencegah penyalahgunaan pelayanan fasilitas kesehatan dalam pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). 

Dia menjelaskan urun biaya berbeda dengan selisih biaya. Adapun urun biaya adalah tambahan biaya yang dibayarkan oleh peserta pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan. 
Selisih biaya adalah tambahan biaya yang dibayarkan peserta pada saat memperoleh manfaat kesehatan yang lebih tinggi daripada hak kepesertaannya. 

Hal itu hanya bisa dilakukan satu tingkat di atas kelas kepesertaannya. Untuk selisih biaya, pembayarannya bisa melalui bayar sendiri oleh peserta, kemudian bisa juga dilakukan oleh pemberi kerja atau melalui asuransi swasta.

"Dengan dibedakan, pasien yang dianggap mampu tidak bisa semena-mena menaikkan kelas perawatannya," ucapnya.

Meskipun mekanisme CoB perlu, Irvan menilai belum tepat saat ini dilaksanakan BPJS Kesehatan sebagai lapis pertama dan asuransi sebagai lapis kedua, sampai batasan dan implementasi dari urun biaya dan selisih biaya diatur lebih teknis dalam suatu peraturan. Hal itu perlu dilakukan sebagai antisipasi untuk mencegah fraud baik pada rumah sakit, perusahaan asuransi, maupun peserta atau pemegang polis.

Selain mekanisme CoB, dalam RSEOJK itu juga akan diatur tentang pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan. Adapun produk asuransi kesehatan yang memberikan manfaat rawat jalan harus menerapkan pembagian risiko (co-insurance) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total klaim. Disebutkan pembagian risiko atau co-insurance dikecualikan untuk produk asuransi mikro.

Lebih lanjut, produk asuransi kesehatan harus memuat fitur koordinasi manfaat atau CoB dengan BPJS Kesehatan. Produk asuransi kesehatan juga harus memiliki periode tunggu paling lama 30 hari kalender dan dapat diberlakukan paling lama 1 tahun bagi produk asuransi kesehatan yang memberikan manfaat penyakit kritis.

Dijelaskan dalam rancangan, periode tunggu pada produk asuransi kesehatan yang merupakan asuransi tambahan (rider) dari PAYDI atau unitlink mengacu pada ketentuan SEOJK mengenai produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI). Adapun ketentuan terkait periode tunggu hanya berlaku untuk polis individu.

Sebelumnya, OJK sempat menyatakan bahwa SEOJK terkait produk asuransi kesehatan akan dirilis pada kuartal I-2025. Adapun SEOJK itu bertujuan untuk memperbaiki dan menyempurnakan praktik pemasaran asuransi kesehatan.

Selanjutnya: Serangkaian Kebijakan Trump Masih Menekan Harga Minyak Mentah

Menarik Dibaca: Finansial Gen Z Rentan Masalah Keuangan, Ini Solusi Meningkatkan Literasi!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×