kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sepanjang Juli DPK Perbankan Menyusut


Kamis, 27 Agustus 2009 / 08:30 WIB
Sepanjang Juli DPK Perbankan Menyusut


Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Kekhawatiran perbankan bahwa dana nasabah bank akan pindah ke instrumen lain seperti Surat Utang Negara (SUN) mulai terbukti.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat ada perpindahan dana masyarakat dalam jumlah besar di industri perbankan sepanjang Juli 2009. Jika pada Juni 2009 total dana pihak ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp 1.834,70 triliun, maka pada akhir Juli 2009, turun jadi Rp 1.820,08 triliun. Artinya, berkurang Rp 14,6 triliun dalam satu bulan.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara menduga, pengalihan dana terjadi karena arah bunga deposito masih menurun sedangkan aktivitas pasar saham masih terus meningkat. "Maka ada kecenderungan deposan memindahkan dananya ke pasar saham, dan reksadana saham, serta persiapan membeli Obligasi Negara Ritel (ORI) bulan Agustus," kata Mirza, awal pekan lalu.

Wakil Presiden Direktur Bank Danamon Jos Luhukay tak menampik kondisi ini. Jos bilang, kesepakatan bank untuk menggunting bunga deposito kemarin berpotensi menyedot duit para deposan ke instrumen lain seperti surat utang, unitlink, aset-aset yang berdenominasi dolar Amerika, termasuk juga obligasi ritel. "Untuk memburu return yang lebih besar," katanya.

Terlebih Selasa (25/8) pemerintah mengobral dua seri SUN dengan yield tinggi, yakni mencapai 4,5% di atas BI Rate. Arus peralihan dana deposito dari bank ke instrumen SUN bisa kian deras.

Meski situasi likuiditas perbankan saat ini boleh dikata belum terlalu genting, beberapa bank dengan tingkat loan to deposit ratio (LDR) tinggi mulai ketar ketir. "Bank yang memiliki LDR tinggi harus hati-hati mengelola likuiditasnya," kata Jos. Misalnya, Bank Danamon yang saat ini memiliki LDR sebesar 89,8%.

Bank lain yang mencatat LDR di atas 80% juga mengaku kondisi likuiditas bisa terganggu. "Angka persisnya saya lupa, tapi memang cukup mepet," kata Direktur Konsumer BII Stephen Listyo. Meski mengakui mepetnya likuiditas, namun BII tidak risau. "Kami manfaatkan fasilitas repo untuk mendapat likuiditas," imbuhnya. BII kini memiliki obligasi yang bisa digadaikan senilai Rp 5 triliun.

Kendati demikian, menurut Stephen, persaingan mendapat likuiditas antara bank dan Pemerintah memang merupakan fakta. "Potensi kanibalisme mencapai 10% hingga 15%," ungkapnya. Kanibalisme ini istilah para bankir untuk menyebut pencaplokan duit deposito perbankan oleh instrumen SUN.

Direktur Retail Bank Mega Kostaman Thayib menambahkan, sejatinya para bankir lebih mengkhawatirkan keberadaan ORI. "Itu kan menyasar ritel, kami lebih takut itu," ujarnya. Sedangkan SUN yang tenornya hingga puluhan tahun lebih menyasar ke investor institusi.

Persoalannya, dalam struktur DPK perbankan saat ini, 50% DPK dikuasai oleh tak sampai 1% nasabah, yakni para deposan kelas kakap. Jadi, peralihan duit deposan besar ke instrumen SUN bukan sesuatu yang mustahil menggoyang likuiditas bank. "Bank harus bekerja lebih keras agar nasabah tetap loyal," imbuh Kostaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×