Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Lima tahun berjalan, laju bisnis PT Sarana Multigriya Finansial sebagai lembaga pembangun pasar sekunder di Indonesia masih lamban. Presiden Direktur SMF Erica Soeroto mengakui, hal itu dikarenakan transaksi yang dilakukan SMF belum terlalu banyak.
"Bank-bank sendiri belum siap untuk sekuritisasi, Bank Indonesia (BI) juga belum ada kasih aturan jadi kami kurang gesit," jelas Erica pekan lalu, kepada KONTAN.
Belum adanya regulasi yang mendukung bisnis yang dikembangkan SMF, membuat SMF kurang lincah. Menurut Erica, pihaknya kini menanti Undang-Undang Sekuritisasi untuk mempercepat laju bisnis pasar sekunder.
Sekuritisasi adalah transformasi aset yang tidak liquid menjadi liquid dengan cara penjualan aset keuangan oleh kreditor asal kepada penerbit, yang selanjutnya menerbitkan sekuritas beragun aset kepada pemodal yang diwakili wali amanat.
Adanya UU tersebut, tentunya membuat keberadaan SMF akan lebih menjamin dan melindungi berbagai pihak, baik itu lembaga, bank, ataupun investor.
RUU itu sebenarnya sudah ada sekitar tahun 1999, sebelum SMF berdiri. "RUU itu kemudian masuk ke Depkumham selama tiga tahun. Sekarang nasibnya hanya terkunci di laci sebuah departemen," jelas Erica.
Direktur SMF Yudhi Ismail menambahkan, jika UU Sekuritisasi itu berjalan, bukan hanya lini bisnis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saja yang akan memanfaatkannya. "Segala macam aset pun bisa disekuritisasi" jelasnya.
Lantaran tidak adanya regulasi itulah, perbankan belum banyak melirik program sekuritisasi SMF. Bank yang sudah bekerjasama dengan SMF adalah BTN. "Dalam waktu dekat, ada transaksi sekuritisasi dengan BTN senilai Rp 500 miliar," ujar Erica.
Angka itu sesuai dengan target SMF untuk program sekuritisasi tahun ini. Tahun lalu penyaluran pinjaman dalam bentuk transaksi sekuritisasi tagihan KPR mencapai Rp 502 miliar, yang terdiri dari 20.174 nasabah KPR
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News