Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Manajemen PT Sunprima Nusantara Pembiayaan atau SNP Finance membantah tuduhan pembobolan 14 bank yang menelan kerugian hingga Rp 14 triliun.
Sekretaris Perusahaan SNP Finance Ongko Purbo Dasuha menyebut, jumlah kerugian versi Bareskrim Mabes Polri tersebut dinilai terlalu besar. Menurutnya, angka Rp 14 triliun adalah total utang perusahaan dari tahun 2013 hingga Februari 2018, dan kini utang tersisa Rp 2,2 triliun.
“Angka Rp 14 triliun itu adalah pembiayaan yang pernah dikucurkan SNP Finance, dan terakhir tersisa Rp 2,2 triliun. Selama waktu kucuran kredit itu, perusahaan sudah beberapa kali membayar utang ke bank. Karena tidak mungkin membayar lima sampai 10 tahun kemudian,” kata Ongko kepada Kontan.co.id, Jumat (28/9).
Adapun rincian kredit separatis yang berasal dari 14 bank, diantaranya Bank Mandiri dengan utang pokok Rp 1,4 triliun, BCA Rp 209 miliar, Bank Panin Rp 140 miliar, Bank J Trust Rp 55 miliar, Bank Resona Perdania Rp 73 miliar, Bank Nusantara Parahyangan Rp 46 miliar, Bank Victoria Internasional Rp 55 miliar.
Adalagi utang kepada Bank Ganesha Rp 75 miliar, Bank National Nobu Rp 33 miliar, Bank Woori Saudara Rp 16 miliar, Bank BJB Rp 25 miliar, Bank CTBC Rp 50 miliar, Bank Sinarmas Rp 9 miliar, dan Bank Capital Indonesia Rp 30 miliar.
Jumlah tersebut ditambah dengan utang bunga senilai Rp 9,75 miliar dan utang denda senilai Rp 124 juta. Artinya total tagihan separatis SNP menjadi Rp 2,22 triliun, sedangkan sisanya adalah tagihan 336 pemegang MTN senilai Rp 1,85 triliun.
Tidak hanya perbedaan jumlah utang versi Bareksrim, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan menyebutkan kredit yang diberikan 14 bank ke SNP Finance sebesar Rp 2,4 triliun. Tapi Ongko menyebut perhitungannya lebih tepat, karena nilai kredit sebesar Rp 2,2 triliun sudah berdasarkan kesepakatan kreditur dan debitur. Laporan kredit tersebut sudah masuk sebagai bahan perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
“Menurut saya, yang paling akurat itu dari laporan keuangan yang diserahkan ke PKPU karena sudah ada kesepakatan debitur dan kreditur. Saya memberikan angka mempunyai dasar,” ungkapnya.