Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana kembali merevisi aturan uang elektronik. Ronald Waas, Deputi Gubernur BI mengatakan, pihaknya ingin merombak aturan uang elektronik karena alat pembayaran ini terus berkembang serta pengguna uang elektronik semakin banyak, sehingga ada dana-dana masyarakat yang terkumpul.
Rencananya, pada revisi aturan uang elektronik, regulator akan mewajibkan perusahaan penerbit uang elektronik mengajukan izin ke BI, jika mereka memiliki 300.000 pengguna aktif. Sedangkan, bagi perusahaan penerbit uang elektronik yang pengguna aktifnya sedikit, hanya melapor ke BI.
“Seperti Starbucks Card itu pengguna uang elektroniknya besar,” kata Ronald, Rabu (9/11). Selain Starbucks ada beberapa perusahaan yang menerbitkan uang elektronik untuk bertransaksi pembayaran seperti Eat & Eat untuk restoran, Timezone Card untuk arena bermain, dan CGV blitz Member Card untuk nonton.
Ronald menambahkan, syarat-syarat menjadi perusahaan penerbit uang elektronik tetap sama, yaitu berbadan hukum Indonesia, wajib menggunakan mata uang rupiah, dan pemrosesan transaksi domestik. Tujuan BI mengatur transaksi pembayaran non tunai ini untuk perlindungan konsumen di masa mendatang.
Dalam pengawasan, BI tak membedakan pengawasan antara perusahaan penerbit uang elektronik yang berizin maupun melapor. Namun, berbeda pengawasan hanya pada jam kunjung kerja, karena uang elektronik dengan pengguna tinggi dan dana besar haru memiliki pengawasan yang tinggi dari BI.
Sementara itu, untuk limit pada uang elektronik tak ada perubahan. Yaitu, maksimal limit Rp 1 juta untuk uang elektronik yang tidak terdaftar, dan maksimal limit Rp 10 juta untuk uang elektronik yang terdaftar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News